Diterima kerja jadi editor? Ngimpi kali….Tenang, ini bukan soal terima job formal. Melainkan job dadakan. Begini ceritanya.
Teeeeeeeetttttttt…hp bergetar sambil diiringi suara merdunya Bondan Prakoso itu lho.
“Von, Miss A minta malam ini bisa?”
“Whaaaaaaaaat?” sambil bola mata nyaris mencelat.
Meluncurlah kalimat bla..bla..di layar si pinky tersayang. Kalau si Om bilang hape colek hahaha * tapi aku gak suka colek2 lho*
Kembali soal job dadakan itu. Sanggupkah semalam aku mengerjakannya? Sementara siang-nya aku mengalami prahara yang melelahkan hati. Bayangkan saja, bener lho aku Cuma minta kalian bayangkan. Jangan coba-coba lakukan.
Di KM 8,5 sempat celingak-celinguk menunggu angkutan setelah keluar dari warnet dengan wajah ditekuk.
“Maaf, mbak…full” wushh hembusan nafas segarku keluar.*baru kesiram air*
Satu dua menit tak juga muncul monyong angkutannya. Dan aku pun memilih berjalan sambil sebentar-sebentar tolah-toleh ke belakang. Siapa tahu ada angkut lewat. Hingga KM 7,5 tak kunjung lewat sekedar menyapaku.
“Mari mbak manis…….” *kelamaan nunggu dipuji orang :P *
Tidak, tidak ada sapaan seperti itu. Menatap jarum jam di pergelangan tangan. Hari semakin siang tapi belum sampai puncak pukul 12 siang ding. Dari pada manyun sambil jalan, aku memutuskan untuk senam jari. Mengirim pesan kesana-sini. Dan yang membuatku semangat adalah curhat Si Cubby soal temannya yang sok lebay. Asli lebay bangeeeeeeeeeeeeeeet. Begini nech lebaynya.
“G chayank q cinta q demi sebuah janji…pasti q lakukan”
*tanpa mengurangi bentuk aslinya.* Aku bacanya sambil membekap mulut, pengendalian diri tahap awal untuk tidak ngakak.
Usai baca sms sejenis kayak gitu. Langsung cliiiiing…..ada angkot? Bukaaaaaan. Tapi mataku tertuju pada sebuah plakat. “PenitiNet” hatiku kalau bisa dilihat pasti sedang lonjak-lonjak kegirangan.
Aku ngibrit belok kiri. Urusan angkot? Belakangaaaaaaaan.
Akhirnya bisa ketemu sama Mas Warnet hohohoho….*moga g ada yg cemburu baca bagian ini.Kebangetan kalu cemburu*
Ngapain saja di warnet? Udah ah, gak perlu diceritain. Nanti kepanjangaaan ceritanya dan keluar dari topik aliat OOT. *Nyengir. *Selesai dari warnet, aku nunggu angkot. Gak dapat juga. Jalan lagiiiiiiiii kurang lebih setengah KM buat fotocopy ini dan itu. Baru dech duduk manis depan counter fotocopy sambil nunggu angkot.
Dalam Angkot menuju perempat kentongan, eh Kentungan. Mana itu, Von? Silakan cari sendiri di peta atau berburu di mbah google.
Belum sampai perempatan, otakku langsung nyangkut pada sesuatu. ATM.
Pas kebetulan juga ada pesan masuk.
“Von, udah belum?” baca sambil nyengir kuda.
“Belum mbak. Masih mau nyari ATM nech.” Terkirim dengan selamat. Dan mataku bersibobrok dengan kotak ajaib yang nyembulin uang itu.
“Pak, kiriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…….” Aku mengulurkan uang selembaran dengan angka 2 dan uang receh.
Turun dari angkutan aku masih harus menunggu.
“Maaf, mbak. ATM masih diisi.” Ujar si Mas Cakep memamerkan senyumnya yang cute…….*semoga diampuni karena gak bilang-bilang*
“Iya, mas. Gak apa-apa.” Jawabku sambil menunduk ke arah jalan raya. Ingat pesan tidak boleh melirik-lirik. Eh tapi khan gak lihat ya dia. Selesai urusan ATM, menuju perempatan ketongan itu aku masih jalan lagi. Silakan saja dijumlahkan dengan yang di atas kalau aku menambahkan 500 meter kemudian. *Ngusap peluh*
Menuju tempat yang menjadi prahara. Sekaligus penambahan jarak jalan kakiku yang tak menghasilkan apapun alias tangan kosong. *nyesek hati
Aku memutuskan perjalananku ke pusat kota. Melepas penat hati karena kecewa berat. Apa ini salahku?
Tuhan, betapa semua Kuasa ada di tangan-Mu. Ini sebagian upaya perjuanganku dari sebuah keputusan. Menangis di jalan pun tiada guna. Malu pada pohon yang berjejer tegar di tepian jalan. Malu pada aspal hitam yang setiap saat terlindas beragam ban. Ah, hidup perlu kerja keras. Aku sadar, setelah memanjakan diri sekian hitungan hari. Tak apa, mungkin belum bagianku. Semua sudah tercatat tentunya di sana.
Kembali ke job dadakan. Sesampai di rumah, aku bergegas mandi dan sholat. Makan? Sudah nyicip bakso di pusat kota yang harganya amit2. dengan rasa yang tak kunikmati sepenuhnya. Asal perut terisi dari pada Mr. Nos mengomel-ngomel padaku tak mendengar nasehatnya.
Membuka si butut yang sangat usang. Bahkan pernah divonis bakal kena hukuman mati seumur hidup sama hakim reparasi. Alhamdulilah, dia masih setia menyalak-nyalak hingga kini. Membongkar naskah yang perlu dibantai, eh diedit.
Cukup dengan ngedit? Tidaaaaaak, ternyata masih banyak bagian yang perlu direvisi. Sungguh pekerjaan yang tidak mudah. Aku bekerja dengan memeras otak, mata dan jari. Sementara suasana hatiku sangat berantakan. Kedua kakiku mumet luar biasa. Tapi sebuah amanah alias ngedit dadakan harus berjalan. Aku pantang mengecewakan selagi mampu.
“Tapi dirimu punya hak istirahat khan?”
Iya, punya. Tentu saja aku memikirkan kondisiku. Toh, posisi yang tidak dibenarkan tapi begitu nyaman buatku adalah posisi sambil berbaring dengan kaki belakang terangkat….*gak perlu ditiru.
Apa hasil dari mengedit? Beragam pembelajaran. Mengenai tulisan orang. Kita akan tahu seberapa kualitas tulisan orang. Namun bukan berarti kita berhak menilai sesuka kita. Ada bagian yang akan bikin kita tersenyum mendapati kalimat yang menurutku lucu. Tak ayal aku pun berkerut dahi dengan susunan kalimat yang njlimet alias ruwet.
Terkadang dari membaca buku yang diedit seorang editor penerbit pun bisa jadi solusi. Namanya saja belajar otodidak. Tapi…. Saya tidak berani menjamin kalau naskah itu jatuh ke tangan si Om. Yakin, gak bakalan utuh seperti aslinya. Kalau gak makin baik malah jadi ancur versi dia. Ingat bagaimana sebuah ceritaku dikuliti mengenaskan sama si om dan berakhir dengan aku mendebatnya di bagian ini dan itu. Titik!
Tapi dia guru yang baik dalam berbagi ilmu….*kalau lagi beres. Toh, meski agak terlambat memenuhi kesepakatan. Aku berhasil menyelesaikan sambil ditemani mp3 beragam judul lagu. Hanya setitik harapan, semoga hasil perputaran otakku yang kadang blank dan ilmu yang tak seberapa kumiliki. Tidak mengecewakan yang bersangkutan. Lha wong yang melimpahiku job editor dadakan sudah pasrah bongkokan kok. Eh, ada sedikit yang tertinggal. Kalau mengikuti alur cerita naskah itu, banyak yang menjeweeeeeeeeeeeeer kisahku huhuhuhu *mewek guling2 bergantian dengan nyengir*
“Kok, Aku bangeeeeeeeeeeeeeeet!!!!!” :P
Teeeeeeeetttttttt…hp bergetar sambil diiringi suara merdunya Bondan Prakoso itu lho.
“Von, Miss A minta malam ini bisa?”
“Whaaaaaaaaat?” sambil bola mata nyaris mencelat.
Meluncurlah kalimat bla..bla..di layar si pinky tersayang. Kalau si Om bilang hape colek hahaha * tapi aku gak suka colek2 lho*
Kembali soal job dadakan itu. Sanggupkah semalam aku mengerjakannya? Sementara siang-nya aku mengalami prahara yang melelahkan hati. Bayangkan saja, bener lho aku Cuma minta kalian bayangkan. Jangan coba-coba lakukan.
Di KM 8,5 sempat celingak-celinguk menunggu angkutan setelah keluar dari warnet dengan wajah ditekuk.
“Maaf, mbak…full” wushh hembusan nafas segarku keluar.*baru kesiram air*
Satu dua menit tak juga muncul monyong angkutannya. Dan aku pun memilih berjalan sambil sebentar-sebentar tolah-toleh ke belakang. Siapa tahu ada angkut lewat. Hingga KM 7,5 tak kunjung lewat sekedar menyapaku.
“Mari mbak manis…….” *kelamaan nunggu dipuji orang :P *
Tidak, tidak ada sapaan seperti itu. Menatap jarum jam di pergelangan tangan. Hari semakin siang tapi belum sampai puncak pukul 12 siang ding. Dari pada manyun sambil jalan, aku memutuskan untuk senam jari. Mengirim pesan kesana-sini. Dan yang membuatku semangat adalah curhat Si Cubby soal temannya yang sok lebay. Asli lebay bangeeeeeeeeeeeeeeet. Begini nech lebaynya.
“G chayank q cinta q demi sebuah janji…pasti q lakukan”
*tanpa mengurangi bentuk aslinya.* Aku bacanya sambil membekap mulut, pengendalian diri tahap awal untuk tidak ngakak.
Usai baca sms sejenis kayak gitu. Langsung cliiiiing…..ada angkot? Bukaaaaaan. Tapi mataku tertuju pada sebuah plakat. “PenitiNet” hatiku kalau bisa dilihat pasti sedang lonjak-lonjak kegirangan.
Aku ngibrit belok kiri. Urusan angkot? Belakangaaaaaaaan.
Akhirnya bisa ketemu sama Mas Warnet hohohoho….*moga g ada yg cemburu baca bagian ini.Kebangetan kalu cemburu*
Ngapain saja di warnet? Udah ah, gak perlu diceritain. Nanti kepanjangaaan ceritanya dan keluar dari topik aliat OOT. *Nyengir. *Selesai dari warnet, aku nunggu angkot. Gak dapat juga. Jalan lagiiiiiiiii kurang lebih setengah KM buat fotocopy ini dan itu. Baru dech duduk manis depan counter fotocopy sambil nunggu angkot.
Dalam Angkot menuju perempat kentongan, eh Kentungan. Mana itu, Von? Silakan cari sendiri di peta atau berburu di mbah google.
Belum sampai perempatan, otakku langsung nyangkut pada sesuatu. ATM.
Pas kebetulan juga ada pesan masuk.
“Von, udah belum?” baca sambil nyengir kuda.
“Belum mbak. Masih mau nyari ATM nech.” Terkirim dengan selamat. Dan mataku bersibobrok dengan kotak ajaib yang nyembulin uang itu.
“Pak, kiriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…….” Aku mengulurkan uang selembaran dengan angka 2 dan uang receh.
Turun dari angkutan aku masih harus menunggu.
“Maaf, mbak. ATM masih diisi.” Ujar si Mas Cakep memamerkan senyumnya yang cute…….*semoga diampuni karena gak bilang-bilang*
“Iya, mas. Gak apa-apa.” Jawabku sambil menunduk ke arah jalan raya. Ingat pesan tidak boleh melirik-lirik. Eh tapi khan gak lihat ya dia. Selesai urusan ATM, menuju perempatan ketongan itu aku masih jalan lagi. Silakan saja dijumlahkan dengan yang di atas kalau aku menambahkan 500 meter kemudian. *Ngusap peluh*
Menuju tempat yang menjadi prahara. Sekaligus penambahan jarak jalan kakiku yang tak menghasilkan apapun alias tangan kosong. *nyesek hati
Aku memutuskan perjalananku ke pusat kota. Melepas penat hati karena kecewa berat. Apa ini salahku?
Tuhan, betapa semua Kuasa ada di tangan-Mu. Ini sebagian upaya perjuanganku dari sebuah keputusan. Menangis di jalan pun tiada guna. Malu pada pohon yang berjejer tegar di tepian jalan. Malu pada aspal hitam yang setiap saat terlindas beragam ban. Ah, hidup perlu kerja keras. Aku sadar, setelah memanjakan diri sekian hitungan hari. Tak apa, mungkin belum bagianku. Semua sudah tercatat tentunya di sana.
Kembali ke job dadakan. Sesampai di rumah, aku bergegas mandi dan sholat. Makan? Sudah nyicip bakso di pusat kota yang harganya amit2. dengan rasa yang tak kunikmati sepenuhnya. Asal perut terisi dari pada Mr. Nos mengomel-ngomel padaku tak mendengar nasehatnya.
Membuka si butut yang sangat usang. Bahkan pernah divonis bakal kena hukuman mati seumur hidup sama hakim reparasi. Alhamdulilah, dia masih setia menyalak-nyalak hingga kini. Membongkar naskah yang perlu dibantai, eh diedit.
Cukup dengan ngedit? Tidaaaaaak, ternyata masih banyak bagian yang perlu direvisi. Sungguh pekerjaan yang tidak mudah. Aku bekerja dengan memeras otak, mata dan jari. Sementara suasana hatiku sangat berantakan. Kedua kakiku mumet luar biasa. Tapi sebuah amanah alias ngedit dadakan harus berjalan. Aku pantang mengecewakan selagi mampu.
“Tapi dirimu punya hak istirahat khan?”
Iya, punya. Tentu saja aku memikirkan kondisiku. Toh, posisi yang tidak dibenarkan tapi begitu nyaman buatku adalah posisi sambil berbaring dengan kaki belakang terangkat….*gak perlu ditiru.
Apa hasil dari mengedit? Beragam pembelajaran. Mengenai tulisan orang. Kita akan tahu seberapa kualitas tulisan orang. Namun bukan berarti kita berhak menilai sesuka kita. Ada bagian yang akan bikin kita tersenyum mendapati kalimat yang menurutku lucu. Tak ayal aku pun berkerut dahi dengan susunan kalimat yang njlimet alias ruwet.
Terkadang dari membaca buku yang diedit seorang editor penerbit pun bisa jadi solusi. Namanya saja belajar otodidak. Tapi…. Saya tidak berani menjamin kalau naskah itu jatuh ke tangan si Om. Yakin, gak bakalan utuh seperti aslinya. Kalau gak makin baik malah jadi ancur versi dia. Ingat bagaimana sebuah ceritaku dikuliti mengenaskan sama si om dan berakhir dengan aku mendebatnya di bagian ini dan itu. Titik!
Tapi dia guru yang baik dalam berbagi ilmu….*kalau lagi beres. Toh, meski agak terlambat memenuhi kesepakatan. Aku berhasil menyelesaikan sambil ditemani mp3 beragam judul lagu. Hanya setitik harapan, semoga hasil perputaran otakku yang kadang blank dan ilmu yang tak seberapa kumiliki. Tidak mengecewakan yang bersangkutan. Lha wong yang melimpahiku job editor dadakan sudah pasrah bongkokan kok. Eh, ada sedikit yang tertinggal. Kalau mengikuti alur cerita naskah itu, banyak yang menjeweeeeeeeeeeeeer kisahku huhuhuhu *mewek guling2 bergantian dengan nyengir*
“Kok, Aku bangeeeeeeeeeeeeeeet!!!!!” :P