........................SELAMAT DATANG DI BILIK KECILKU......................

Friday, December 16, 2011

Memahami Aku

Bismillah...


Aku? Siapa aku?

Umm...aku bukanlah siapa-siapa. aku hanya perempuan biasa yang menjalani takdir hidupku. Mulus? tidak juga. Bahkan mungkin lebih banyak mengalami terjalnya.
Tapi ternyata tidak semua orang bisa memahami aku dan segala sifat yang melekat padaku. Bahkan bisa jadi calon suamikupun 'belum'sepenuhnya memahami pribadiku. Maklum saja karena aku memang baru sebentar mengenalnya. Kurang lebih kenal 3 bulan, kemudian dia melamarku. Dan aku pun mengiyakan niat baiknya.
Yah, aku menganggap hal itu sebuah niat baik guna menuju gerbang pernikahan yang telah 26 tahun kunantikan.

Menurutku, aku mudah bergaul dengan siapapun yang hendak mengulurkan jalinan persahabatan. Namun tidak banyak yang benar-benar memahamiku. Aku yang cerewet, ceplas-ceplos tapi aku berusaha apa adanya. menjadi diriku yang tetap ingin belajar menjadi baik dan diterima sahabat-sahabatku.

Ah, itu saja!

Saturday, November 19, 2011

Tatapanmu, Degub Jantungku


Bismillah...





Selintas pun tak pernah ada bayangan

Tuhan, pertemukan kita

Di sini, dunia dikata maya penuh kesemuan.

Tapi kupercaya kau ada

Di sana, mengisi harimu dibalik kotak ajaib dan sulur kecanggihan zaman.

Guna menyusun impian masa depan.

Hingga aku hadir mewarnai

Di sini, pada dunia yang kita semarakkan kata

Aku menggandengmu dalam pertemanan,

Tanpa menggenggam jadi asa

Menikmati setiap jamuan cerita yang kau rangkai

Menebar senyuman pada setiap gerak dan tingkah,

Yang kau sungguhkan dalam gambar

Hingga suatu hari tiba dan kudapati,

Tatapanmu menjelma degub jantungku

Beriringan tanya, Benarkah kau?

Dan aku menghayati waktu demi waktu,

Sebuah proses janji dalam saling

Sampai ketika kau ulurkan pinta

Dalam rengkuhan tangga pertama hidup lebih berarti

Taukah kau?

Hadir buncah hati perempuan ini tak terkatakan

Hanya sanggup merapal doa syukur tanpa henti di palung hatinya.

Dan kau,

Tatapanmu, degub jantungku meyakini dalam istikarah

Hingga mendaki tangga kedua di ujung altar pernikahan atas izinNya

Amin.



Dalam rintik hujan di luar, kuukir di sini untukmu di sana yang menunggu...



Blitar, 2 November 2011 (genap 4 bulan memeriahkan hidupku)

Sunday, May 15, 2011

Cinta Dalam Sepotong Senja

Bismillah...



Aku menyimpan

Aku memendam

Deretan kisah dan cerita

Tentang hidup

Tentang pilihan

Mengalir sesuai alur

Aku nyata

Dia ada

Menoreh beragam persepsi

Melukiskan mimpi

Semua terpajang

Semua memandang

Aku, dia dan cinta dalam sepotong senja



By: Niesya Irawan



13 Mei 2011

Tuesday, April 26, 2011

Makna 26


Bismillah....


Alhamdulilah...
Terima kasih Allah, atas sisa umur dan kesempatan hidup ke depan Amin.
26? dewasakah? biarlah waktu yang akan menunjukkan jawabannya.
Aku tak lagi seperti kemarin tentang harapan dan keinginan.

Semalam, sambil menunggu waktu aku sempat sms-an, terus aku tinggal ke dapur ngurusin sisa soto Banjar.
kemudian kembali ke kamar rebahan dan baca novel.
Harapanku hanya sederhana, ya sederhana saja.

"Aku ingin membahagiakan orangtuaku dan dia..."

Dia ? selalu menjadi tanya.
Biarlah tetap begitu.
Dia ada. Dia nyata.
Dia yang baik dan penuh kasih.
Dia yang menerimaku apa adanya.
Dia yang selalu ada dan dekat di hati.
Mengingatkanku hakikat hidup mendekat pada-Nya.


Dan dia yang pertama mengucapkan doa selamat padaku.

"Met ultah ya dear, Maaf selama ini aku banyak ngrepotin kamu. Aku sayang kamu. Tulus. Bersabarlah sedikit lagi"

Kemudian sms datang lagi, ternyata ucapan dari calon adik ipar di Makasar
Plus bersama terlewatnya waktu, teman-teman dekat, adik angkat dan teman kost memberiku ucapan selamat dan doa.

Tak ada lagi airmata kesedihan seperti 25 yang telah lalu.
Aku bahagia.
Hari ini dan berharap seterusnya.
Tak ada lagi tiramisu, blackforest. Hanya sekotak kue tart yang kusiapkan sebagai rasa syukur atas nikmat-Nya bareng teman2 di kost dan tempat kerja. Amin

Lengkaplah makna 26, penuh cinta


Yogyakarta, 26 April 2011


*Menunggu di telepon hew hew *

Thursday, April 7, 2011

Sepotong Senja Di Ujung Barito




Adakah genggaman tangan terlepas diantara kita, sayang/
Senyum rekah bersama mengiringi kita
Menyusuri buritan menunggu waktu
Menunaikan janji yang kita pahat lain hari
Roda kehidupan menuntun kita kemari
Di sini sayang...
Menanti dengan debar kekaguman gradasi warnya-Nya
Hingga pesan susul-menyusul syahdu
Mengingatkan kita terlena dalam buaian rasa
”Kita tak kan mampu menarik diri,
Dari pusaran waktu yang berlalu
Atau kita semakin terlindas kenangan pilu.”
Aku merapat kian dekat
Berdiri di sampingku tepat
Mendongak, menatap lekat perlahan
Bias keemasan memajang di ufuk sana
Sepotong senja di buritan Barito...


Yogyakarta, 29 Maret 2011

Monday, March 28, 2011

Gadis Berlesung Pipi


Rina berjalan tergesa menuruni tangga escalator.

“Waduh! Kenapa nggak jalan sech?” Ujarnya menggerutu sendiri mendapati escalator yang sedang rusak rupanya. Dia terus melangkah dan sesekali langsung melompati dua anak tangga yang tak bergerak tersebut. Dia melirik sekilas pergelangan tangannya. Jarum jam menunjuk pukul 10 pagi waktu setempat. Dia bangun agak kesiangan, setelah semalam mengobrol dengan Mila hingga larut malam. Keduanya sepakat untuk janjian ke salon saat berlibur.

Suara dering dari ponsel Rina menyalak merdu. Tepat saat Rina sudah sampai tempat pemberhentian bis untuk mengantri.

“Maaf, Mil. Aku kesiangan tadi.” Sahutnya usai menekan tombol answer dengan tergesa.

“Ha..Ha..Ha..rasain loe. Semalam udah aku ingatin, sebaiknya kita cepat tidur. Kamu malah nyerocos terus.” Mila mentertawakan Rina sekaligus menyalahkannya.

“Halah, enak saja kamu nyalahin aku! Kamu sendiri juga masih mau dengerin aku khan?” Rina menyanggah dan membela diri.

“Mil, udah dulu ya. Bisnya udah dating nich. Bye..bye…” rina buru-buru menutup ponsel tanpa menghiraukan balasan Mila di seberang telepon.

“Dasar Rina…”

***

Setengah jam kemudian

Rina dan Mila berpapasan tepat di depan gerbang masuk taman Victoria Park. Mata Rina terbelalak melihat penampilan Mila yang sederhana dan terkesan tidak seperti biasanya, glamour.

“Eh, kamu kesambet apaan semalam?” Selidik Rina heran pada Mila. Mila bukannya menjawab pertanyaan Rina, justru cengengsan saja.

“Iiih…kejam banget nuduhnya?” sahut Mila tak terima.

“Lagian kamu dandan nggak kamu banget gitu.” Balas Rina memprotes.

“Suka-suka aku donk!” ujar Mila sambil menjulurkan lidah, mengejek.

“Bukannya hari ini kita mau ke salon, Mil?”Rina kembali mengingatkan hal itu pada sahabatnya.

“Tentu saja. Khan kamu yang mau permak rambut.” Jawabnya nyengir.

“Lha terus kamu mau ngapain?”

“Menemani kamu saja.” Sahutnya santai.

“Jiaaaah, kirain mau permak rambut juga biar kita kompak.” Rina mengomel kesal.

Mila terkekeh melihat reaksi Rina.

“Model rambutmu udah udik, Mil” tambah Rina mengomentari. Mila cuek saja menanggapi kalimat Rina.

“Ah, kita boleh kompak dalam hal positif, Rin..” gumam Mila.

***

Sejak sebulan ini, Mila sudah banyak berubah. Namun Rina tak pernah menyadari aka hal itu. Bila dulu Mila glamour dalam penampilan. Nyaris seluruh barang yang menempel di badannya harus barang bermerek terkenal. Tak peduli hamper setengah gaji bulanan habis buat belanja kebutuhannya.

Namun hatinya tergerak sadar setelah bertemu dengan Aini. Sahabat waktu sekolah dulu. Aini tetap berpenampilan anggun dengan jilbabnya. Meski kini mereka berkubang di negara yang minoritas mengenai keyakinan mereka. Aini tetap sederhana meski godaan hidup di negeri yang sangat konsumtif ini. Hati kecil Mila iri melihat semua itu pada Aini. Kenapa aku tidak bisa seperti dia? Setidaknya meski tidak pakai jilbab, tapi penampilannya itu.

“Aku pasti bisa!” bisik hatinya meyakinkan untuk mengubah gaya hidupnya yang berlebihan selama ini. Padahal niat awal dia bekerja di negara ini, membantu meringankan beban emaknya. Agar bisa berobat layak atas penyakit yang sudah lama menyerang tubuh rentannya. Mila ingat obrolan singkat dengan Aini tempo hari saat keduanya libur bulan lalu.

“Kata Ibuku, penyakit emakmu belum juga sembuh. Padahal Masmu sudah membawanya berobat kemana-mana, tapi hasilnya tetap nol.” Aini menuturkan hal itu hati-hati. Aini takut Mila tersinggung bila disampaikan padanya.

“Iya, Ni. Aku tahu, terima kasih sudah mengabarkan padaku.” Jawab Mila dengan mata menerawang ke depan.

***

“Mil!” Mila tersentak oleh tepukan sebuah tangan di bahunya.

“Heh, ya ampun, Rin! Bikin aku kaget saja.” Sahut Mila menoleh pada rina, gadis berlesung pipi itu malah cemberut.

“Kamu tuch, dari tadi melamun saja.” Rina mendengus dan duduk di sebelah Mila.

“Bagaimana menurutmu?’ Rina meminta pendapat Mila mengenai penampilan barunya. Rina sibuk memainkan ujung poninya. Memperbaiki letak tepatnya.

“Astaga!” sahut Mila kaget. Tadi dia tek sempat memperhatikan model rambut Rina saking terkejut oleh sentakan tangan sahabatnya.

“Hah! Kok malah bengong sich, Mil?” Rina kesal mendapati respon Mila.

“Aku nggak percaya ini, Rin,” sahut Mila sambil mengamati potongan rambut Rina. Bagian atas lebih mirip landak, njegrak. Sementara depannya diponi miring dan belakang dipotong pendek. Rina makin dongkol mendengar pendapat Mila barusan.

“Biar trendy dan macho.” Akhirnya Rina menegaskan dengan bangga.

Mila menggeleng kian tak percaya dengan ungkapan Rina. Namun dia tak ingin menanggapi lagi dan membuat Rina makin kesal.

“Makan yuk! Laper nich.” Rina bangkit dari bangku. Mila menyusul di belakangnya.

***

Mila dan Rina keluar dari salon. Rina merasa puas dengan hasil permak model rambutnya. Sementara banyak sorot mata yang memperhatikan penampilan Rina. Ada yang mencibir, cuek bebek dan menggeleng-geleng kepala. Mila menyaksikan hal itu dengan menahan malu dan senyum kecut. Mila masih tak percaya dengan tindakan Rina kali ini. Sungguh di luar dugaannya. Mila piker maksud permak yang diungkapkan Rina kemarin. Sekedar rebonding rambutnya dan sedikit mewarnai. Tapi ini? Memangkas seperti potongan cowok. Apa jadinya reaksi majikan Rina menanggapi penampilan pembantunya yang berubah drastis?

Jujur, di lubuk hatinya, Mila lebih suka penampilan Rina yang dulu. Rambut melebihi bahu dengan model shaggy. Ditunjang dengan lesung pipinya menambah kecantikan alami Rina.

Ah, mendadak Mila merindukan penampilan Rina beberapa jam yang lalu dan dia meyesal sudah menyanggupi permintaan Rina ke salon, bila begini akhirnya. Hatinya perih.

“Semoga kelak kamu tak menyesali, Rin…” ujar Mila lirih.





---------- Selesai----------





Yogyakarta, 27 Januari 2011





Dimuat di tabloid Apakabar Indonesia di Hong Kong

Saturday, March 12, 2011

Kau

Bismillah...

Biarlah aku pergi.
Menepikan sepi jiwa
Mengunyah sunyi tertawarkan
Agar kelak tenang kau raih di sana...

Jangan tikam mimpi esok
Ia masih mengharap dekap cintaNya
Menitip titah semangat
Agar kau kuatkan tekad
Menggenggam hati kau minat

Yogyakarta, 12 Maret 2011

Monday, February 7, 2011

Kado Untuk Nisa



By: Ivonie Zahra
Beranda rumah sederhana. Seorang gadis kecil sedang duduk sambil memegang sebuah buku. Ibunya menunggui disampingnya. Tampak penuh kasih membelai rambut anak perempuannya. Sesekali terdengar percakapan antara keduanya.
“Bu, aku rindu nenek.” Ucapnya memandang perempuan di sampingnya yang terbiasa di panggil Ibu Dian.
“Insya Allah, kita pasti bisa menjenguk nenek, sayang.” Ibunya menjawab bijak meyakinkan keluhan permata hatinya.
“Kapan, Bu?”
“Nanti ya, nak. Menunggu ayah punya cukup uang untuk menjenguk nenek.” Sahut Ibunya lembut. Aini, gadis bermata bening itu pun mengangguk mengerti. Aini tak pernah memaksa orang tuanya untuk menuruti semua keinginanya, meski ia anak tunggal.
***
Aini berangkat sekolah dengan jalan kaki. Jarak rumah dengan sekolahnya tak begitu jauh. Meski bukan di lingkungan perumahan yang mewah seperti teman-teman lainnya. Dia pun tak mengeluh atau merasa malu. Teman-temannya pun baik terhadap dia. Tak ada yang mengolok-olok keadaanya.
“Rumah Aini jelek…elek…!” kalimat seperti itu tak pernah terlontar dari bibir temannya. Justru banyak teman Aini yang ingin main bersama di rumahnya yang sederhana. Aini selalu ingat pesan Ibunya.
“Bukan rumah mewah yang membuat kita bahagia, nak. Tapi hati kita bahagia dan merasa nyaman menempatinya meski sederhana.” Aini mendengarkan dan mengingat dalam benaknya.
“Aini bersyukur punya rumah seperti ini, Bu.” Sahutnya polos.
“Maafkan Ibu sayang. Belum bisa memberikan lebih dari ini dan membuatku bahagia.”gumam hati Ibu Dian.
***
Sesampai di sekolah ia disambut hangat oleh teman sebangkunya, Nisa.
“Aini…aku punya sesuatu buat kamu.” Ujar Nisa sambil tersenyum.
“Apa Nisa?” Aini ingin tahu.
“Tapi kamu janji harus datang ya?” pinta Nisa masih menyembunyikan sesuatu yang akan diberikan pada Aini.
“Iya, tapi apa dulu? Kenapa harus datang?” Aini masih bingung dengan permintaan Nisa.
“Pokoknya Aini harus datang! Semua teman kita sudah janji akan datang.” Sahutnya lagi.
Nisa mengambil tas warna biru kesukaannya. Tangannya sibuk merogoh, mencari sesuatu di dalamnya. Tak berapa lama sambil malu-malu Nisa menemukan juga benda itu.
“Ini buat Aini.” Nisa menyerahkan selembar kertas berwarna biru dengan hiasan pita dan gambar balon.
“Undangan?” tanya Aini memastikan usai membaca kata-kata yang tertera di atas kertas itu.
“Iya. Minggu depan aku akan ulang tahun Aini.” Jawabnya tersenyum. Mata beninganya berbinar bahagia menyampaikan itu pada Aini.
“Datang ya…” pinta Nisa hingga bunyi bel tanda pelajaran akan dimulai terdengar keduanya.
Aini menyimpan kertas undangan dalam tasnya. Keduanya menyimak pelajaran hari itu yang diterangkan guru mereka, Bu Ina. Usai pulang sekolah, Aini memikirkan undangan ulang tahun Nisa. Kalau ia datang, artinya harus membawa kado untuk Nisa. Tapi Aini bingung harus memberi kado apa pada Nisa. Dia tak memiliki uang untuk membeli kado itu. Meminta uang pada Ibu pun tidak mungkin. Ayahnya hanya seorang tukang becak yang biasa mangkal di depan komplek perumahan.
Aini ingin sekali datang ke acara itu. Tapi ia pun tak memiliki baju bagus untuk menghadiri acara ulang tahun Nisa. Sesampai di rumah, Aini ingin langsung memberitahui ibunya. Namun diurungkan karena Ibunya sibuk menyiapkan makan siang untuk dirinya. Usai makan ia mendekati ibunya.
“Bu…”
“Iya, ada apa, nak?” tanya Ibunya memandang Aini.
“Nisa memberikan ini pada Aini.” Ia mengeluarkan undangan dan menyerahkan pada Ibunya.
“Oh, undangan ulang tahun. Lalu?” masih tanya Ibunya dengan kesabaran.
“Aini ingin datang. Tapi…”
“Tapi kenapa sayang?”
“Aini harus bawa kado ya, Bu?” tanya Aini menatap Ibunya sejenak.
Bu Dian menghela nafas, berpikir untuk memberi penjelasan pada Aini.
“Aini ingin memberi apa, nak?” tanya Bu Dian hati-hati.
“Aini tak punya uang banyak, Bu.” Sahutnya tertunduk. Bu Dian terbungkam. Dia pun menyadari sisa uang belanjanya tak banyak. Itu saja sudah disisihkan untuk biaya menjenguk orangtuanya karena Aini merindukan neneknya.
“Kalau begitu, berikan apa yang Aini punya saja.” Sahut ibunya memberi usulan.
“Iya, Bu.” Aini mengangguk tanda mengerti.
Usai memberitahu ibunya, Aini berpikir bagaimana caranya bisa memberi kado untuk Nisa. Uang sakunya pun tak banyak. Tapi Aini sudah biasa diajarkan kedua orangtuanya untuk belajar menabung. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyisihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung.
***
Mendekati acara ulang tahun Nisa. Aini diam-diam membongkar tabungannya. Terkumpul uang recehan yang biasa ibunya berikan untuk jajan di sekolah. Aini tersenyum senang karena bisa melakukan ini demi memberi kado. Ia sengaja melakukan itu pun karena tak ingin merepotkan ibu dan ayahnya. Aini mengenggam uang itu menuju toko alat tulis setelah meminta izin pada Ibunya.
Di depan toko, Aini sibuk mengamati barang-barang yang berjejer. Ia menyesuaikan dengan jumlah uang yang dibawa. Matanya tertuju pada sebuah diary biru yang cantik. Lantas ia langsung membelinya. Sesampai di rumah. ia menyerahkan pada Ibunya. Meminta bantuan untuk membungkusnya. Ibunya tersenyum bangga atas usaha putrinya demi memberi kado ulang tahun teman sebangkunya, Nisa.
Keesokan harinya Aini datang memakai baju sederhana ke acara ulang tahun Nisa. Nisa sangat bahagia menyambut kedatangan Aini dan tak menyangka akan memberinya sebuah kado yang terbungkus sederhana namun cantik.
“Terima kasih, Aini.” Ujar Nisa menerima uluran kado dari Aini.

____________ Selesai___________