........................SELAMAT DATANG DI BILIK KECILKU......................

Sunday, May 30, 2010

Kenangan Sesaat


Bismillah...

Kangen Dan Rindu Untukmu

Butiran air mata selalu menetes dipipi
Kau antar aku saat mau pulang
Kepergiaanku menyisakan kesedihan hati,
perih,sedih kurasa saat melangkah pergi.
Perpisahan ini sangat menyiksa hati
Kepiluan terasa saat aku di dalam pesawat
kuingat selalu kenangan-kenangan yang tercipta
Namun apalah dayaku, aku kini tlah pergi
Rasa kangen dan rindu jadi satu, wajahmu selalu membayang dikelopak mataku
Tersirat kilaf dan salahku padamu
Maafkanlah aku yang tlah meninggalkanmu
Bukan niatku tuk emnjadikan kita begini namun...
Dengarkanlah rintihan rinduku saat kujauh darimu
Rindukan aku dalam duka-dukamu
Kutermangu dalam diammu
Kau membisu dengan sejuta bahasa, kulihat tetesan airmatamu


Kutinggalkan sejuta kenangan
menggema di setiap malam saat tidur malamu bersua
kesedihan yang tersirat masih terasa jua
Oh...betapa sedihnya
Menetes lagi air mata ini
Ku tak bisa melupakanmu karena kebaikanmu
Ku menahan semua ini karena ketidakberdayaanku
Walau ku merasa tersiksa
namun ku masih bisa menahan semua
Merana tiada terkira
Terlalu dalam luka yang tlah kurasa
Tak pernah terlintas jua dibenakku
Kenapa kini menimpaku
Oh..takdir
Bukan kumenyesali tlah apa yang terjadi
namun kini tlah terjadi.

By: Yayuk Sulistyani


Puisi di atas aku dapat dari seorang teman perempuan. Saat itu aku satu pesawat dan duduk pas di sebelah, hanya saja terpisah oleh jalan tengah. Aku duduk tepat di belakang sendiri dekat dengan toilet dan juga ruang khusus pramugari menyiapkan pelayanan dari pihak penerbangan. Tepatnya di bangku 30...entah kenapa si bosku membeli tiketnya memilih angka itu atau memang tingga tersisa bangku di posisi tersebut. Ya sudahlah, tak apa yang penting saat itu aku bisa pulang kampung tepat hari Minggu. Agar pihak keluargaku lebih mudah menjemputnya, bahkan adikku bisa mengantarku ke bandara Hong Kong.
Dalam perjalanan, selama di pesawat aku lebih suka membaca buku ketimbang tidur, kecuali mataku memang sudah letih. Aku membuat jeda dengan memejamkan mata sebentar. Temanku yang di sebelah tampak murung dan tak ada kegiatan yang dilakukannya. Ia menatapku sekilas yang sedang tenggelam pada halaman-halaman buku. Melempar senyum sekilas yang dipaksakan. Aku menghentikan kesibukanku memelototi barisan kata-kata dalam bukuku. Membalas balik senyumannya, lantas ia mengajakku mengobrol. Aku pun melayaninya, menjawab beberapa pertanyaannya ini dan itu. Dan ternyata asal daerah dia masih tetangga kota denganku. Aku yang asal Blitar, sedang ia berasal dari Tulung Agung. Dia sempat menanyakan pula buku yang aku baca. Dan aku menceritakan hobi akut membacaku padanya. Aku pun mengambil lagi satu buku dalam tas yang tak terbaca dan menyodorkan padanya. Tepatnya sebuah buletien kreasi forumku selama ini yang menaungiku belajar menulis. Dia senang sekali menerimanya. tak berapa lama kemudian aku dan dia larut dalam bacaan masing-masing.

Saat sedang asyik membaca, ia bertanya padaku apakah punya selembar kertas? aku pun memberikan 2 lembar kertas yang aku sobek dari diary biruku. Lantas menyerahkan padanya.
"Aku mau bikin coretan sebagai ungkapan isi hatiku ya, mbak..." ujarnya padaku sambil memegang ujung pulpen.
"Silakan mbak..tulis saja apa yang ingin mbak tuliskan." Sahutku sekaligus menyemangatinya.

Dia sibuk menorehkan kata-kata di lembaran kertas. Aku memperhatikan sebentar lantas kembali membaca. Kemudian terlintas sebuah ide yang ingin aku tuliskan dalam perjalanan di pesawat, apalagi situasi sangat mendukung. Aku menatap keluar jendela pesawat, siluet senjanya begitu indah. Indah banget, tapi sayang aku tak bawa kamera digital. Hanya ada hape tapi aku nonaktifkan. Di sela-sela menulis aku merayu si mbak di sebelahku untuk memotretnya. Dan ia tak keberatan. Tentu saja aku senang sekali meski tak memilikinya, ia cuma berpesan nanti kalau bisa bertemu lagi denganku akan memberikan hasil cetaknya padaku.
Aku hampir menyelesaikan cerita yang aku tulis tadi, kemudian ia menyerahkan hasil coretannya padaku.
"Aku kasih kamu ya, sebagai kenangan dan kamu boleh menyimpan atau menuliskan di blogmu." ujarnya tersenyum
"Terima kasih ya mbak. Insya Allah nanti aku simpan dech diblogku atau kalau tidak aku kirim ke media di Hong Kong, biasa aku mengirimkan puisi-puisiku." Sahutku senang hati.

Aku tak tahu puisi di atas itu untuk siapa dan tak sempat menanyakan padanya. Tapi aku sangat senang diberi kepercayaan untuk menyimpan buah pikirannya dalam bentuk puisi, padahal kami baru kenal sesaat dan dalam perjalanan pulang kampung untuk cuti kerja. Apa

Saturday, May 29, 2010

Menulis


Bismillah...


Aku telah menulis sayang...
Di sempurnanya senja datang
Merumpun kata dalam rerimbun daun cerita yang kan kita kenang
Ketika malam mengurai sunyi dan pekat
Dibacakan ulang cerita yang kutulis itu
tuk di dengar bulan di lengkung langit
Di rekam kedipan kejora dari balik gumpalan awan...

By: Ivonie Zahra

Hong Kong, 28 Mei 2010

Friday, May 28, 2010

Sepatu Biru

Gadis bekerudung hitam itu berjalan sambil membawa belanjaan. Berdesakan dengan pejalan kaki lainnya. Seusai belanja yang sebagai tugas rutinnya, ia akan membeli sesuatu di tempat lain.
Udara dan suhu panas membuatnya berkeringat. Belum lagi jilbab hitam yang membungkus ombak hitam helai demi helai, menambah produksi keringat kian meninggi. Bukankah warna hitam mudah sekali menyerap sinar matahari? Ia tak memperdulikan itu.
Tentu saja, karena dia sudah terbiasa dengan kain hitam di kepalanya sejak sekolah di bangku SMEA.
Zahra, nama gadis manis bermata sendu. begitu teman-teman menilainya setiap ia bersitatap dengan teman baik lelaki mau pun perempuan. tapi seketika itu pandangannya akan tertunduk karena tak ingin orang membaca pikirannya lewat bola mata sendunya.
Zahra berhenti di pinggir jalan, tepatnya dekat penyeberangan jalan. menunggu tanda lampu berganti yang menandakan pejalan diperbolehkan menyeberang jalan.
Ia mengamati deretan toko yang semarak di sisi-sisi jalan. Belok kanan dan melangkah menuju sebuah toko sepatu yang di kerubuti banyak perempuan-perempuan berkulit putih bersih dalam balutan baju musim panas. Pundak terbuka dan paha jenjang yang mulus.
"Ah, iya..sepatu lamaku sudah hampir masuk tong sampah nech." gumamnya sendiri di depan toko tersebut. Sambil tetap mengamati beragam bentuk dan warna sepatu.
Bola mata Zahra tertuju pada sebuah sepatu berwarna biru yang langsung memikat hatinya.
Memungutnya dari kotak yang menampung model sepatu lainnya. Ia menimang-nimang bentuk dan varian pernak-perniknya yang simple. Mencobanya sejenak untuk memastikan sepatu itu pas dengan ukuran kakinya serta merasa nyaman. Zahra suka sepatu tanpa hak karena itu akan merepotkan gerak jalannya lebih cepat.
"Bibi, berapa harga sepatu ini?" tanya Zahra akhirnya usai pertimbangakan sepatu itu menurutnya.
"Lima belas dollar Hong Kong untukmu saja, Nona.." Sahut seorang perempuan paruh baya itu ramah. Zahra masih menimbang lagi.
"Murah sekali dan cantik..." Batinnya seusai mendengar harga sepatu itu.
Ia tak perlu waktu lama lagi untuk menginginkan sepatu itu.
"Baiklah, berikan pada saya dan ini uangnya." Balas Zahra sambil menyerahkan lembaran kertas warna biru mata uang Hong Kong. Penjual itu lantas membungkusnya untuk Zahra sekalian menyerahkan kekembaliannya. Zahra menerima uluran bungkus hitam yang di dalamnya terdapat sepasang sepatu biru. Zahra pun berbalik dari toko itu menenteng tas plastik berisi sepatu dan tersentum puas.

By: Ivonie Zahra

Thursday, May 27, 2010

Salam Pagi


Bismillah....

Sayang...
Salam pagimu, menyampaikan kerling di sudut mendung
Sisa malam yang kunanti di balik rimbun awan
Mengaduh keluh tentang rindu cahaya bulan.
Berkawan kedipan kejora yang tertawan labirin pekat
Mengeja semesta pada sunyi sendirian
Hingga tergantikan senyum matahari yang sembunyi
Matahariku tetap matahariku untukmu...

Hong Kong, 27 Mei 2010

Tuesday, May 25, 2010

Mawar Yang Aku Tinggalkan







“Aku ingin ketemu!” ujarnya keras.
“Maaf, aku sedang sibuk. Lain kali ya,”
“Tidak! Pokoknya sekarang, titik!” rajuknya tak bisa dicegah.
“Aku nggak bisa!”
Klik. Aku matikan ponselku tanpa mengucap sayang seperti biasanya. Sungguh, aku kesal dengan kemauanya. Tidak hanya sekali ini saja dia bersikap demikian. Di mana rasa pengertiannya? Mau menang sendiri! Egois di kedepankan.
***
Aku sudah berusaha menjadi yang terbaik baginya. Ya. Dia memang gadis yang cantik, menarik. Selarik alis bagai bulan sabit terbalik bertengger di atas kelopak matanya yang sempurna. Lelaki mana pun akan tergoda melihatnya. Pesonanya mampu menyihir dan membuat hati bertekuk lutut di hadapannya. Aku mengenal secara tidak sengaja di depan sebuah salon tak jauh dari tempatku tinggal. Hilda namanya, gadis asal Jakarta yang sama-sama merantau di negeri Jiran ini sepertiku. Dan pada akhirnya aku menjadi akrab dengan dia. Gayanya yang supel dan pemberani, sangat mudah membaur dengan siapa saja. Termasuk denganku. Dia sering melihatku bermain musik di setiap pertunjukanku pada sebuah café.
“Penampilanmu keren Kak Arman!” pujinya setelah aku membawakan sebuah lagu.
“Thanks, biasa aja kok Hil.” Aku memilih merendah. Senyum mengambang dari bibirnya yang bisa aku katakan seksi.
Biasanya setelah aku manggung, aku mengajaknya jalan-jalan ke taman atau tetap nongkrong di café tersebut. Menikmati segelas jus atau cappuccino. Dari hari ke hari kian dekat saja. Ledekan teman-temanku sering mengusili.
“Awas ada yang lagi jatuh cintrong euy!” teriak Rudy bikin heboh kost-an.
“Jangan berisik!” sahutku mengacungkan kepalan hendak meninjunya, namun dia keburu melarikan diri.
“Oeiiiii……..oeiiiiii….Arman jatuh cintrong tuch!” teriaknya menjadi-jadi sambil berlarian kayak orang kebelet aja. Aku berusaha mengejarnya, jadilah saling berkejar-kejaran ibarat kucing dengan tikus.
Di sebuah senja yang menawan Hilda meneleponku.
“Kak, nanti malam ada acara gak?” tanyanya dengan nada dilembutkan.
“Nggak ada. Emangnya kenapa Hil?” aku bertanya balik dengan kerutan di dahi. Ada apa gerangan? Gumam hatiku.
“Datang ke café biasanya ya? Mau khan?” rajuknya manja.
“Iya. Aku akan datang. Memangnya ada acara apa?” masih juga bertanya.Penasaran.
“Pokoknya ada dech!” sahutnya lantas mengakhiri pembicaraan. Aku terbengong setelahnya.
Selepas Isya aku berdandan lebih rapi. Teman-teman selalu mengodaku lagi. Biarlah! Peduli amat dengan omongan mereka Amat aja gak peduli he..he..Aku memilih kemeja gaul. Yach, namanya juga diajak ngedate. ups! Dari mana nech kata, kok bisa-bisanya aku jadi sok romantis. Padahal aku memang romantis sech. Cuman aku tak perlu mengumbar sisi romantisku secara berlebihan. Nantinya aku dibilang lelaki penggombal. Alamaak! Janganlah. Aku lelaki baik-baik yang mendamba cinta sejati.
Untuk urusan penampilan, aku tak ketinggalan gaya zaman sekarang. Selalu up to date, meski kadang harus menghabiskan gaji bulananku. Harap dimaklumi setiap aku naik panggung penampilan selalu trendy. Makanya aku selalu jadi bahan gosip gadis-gadis yang melihat aksi panggungku. Arman gitu lho!
Di depan sebuah café, sesosok gadis yang memukau telah menunggu. Duh, masa aku lelaki tak bisa sedikit lebih displin dari dia. Malu juga bila dibilang lelaki karet---waktunya. Dia menyambutku dengan senyum yang membuat jantungku serasa mau copot. Amat menawan.Tidak seperti pertemuan biasanya, kali ini tiba-tiba aku dilanda nervouse. Padahal aku sudah biasa menghadapi banyak gadis-gadis. Tapi kali ini benar-benar lain.
Hilda menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman. Dia mengajakku masuk, namun aku dikejutkan dengan sikapnya. Hilda menggandeng tanganku selayaknya sepasang kekasih yang sedang dilanda asmara. Deg! Jantungku terpacu lebih cepat dari biasanya. Terus terang, sikapnya memang benar-benar berani. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh gadis yang aku kenal. Tapi aku mencoba berpikir positif. Atau jangan-jangan dia sedang mempertontokan diriku pada teman-temannya.
Kini giliran aku yang mendominasi keadaan. Aku mengajaknya memilih salah satu kursi yang ada di sudut ruangan. Kesannya memang romantis. Aku mempersilakan Hilda duduk, sungguh seperti adegan-agedan di film-film yang aku tonton. Seorang lelaki dewasa nan romantis menarik kursi dan mempersilakan.Hilda? Seperti seorang Putri saja.
“Mau minum apa, Hil?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Apa aja Kak!”
“Ya, apa? Sebutin gitu-lah!” protesku.
“Hmm..cappuccino aja dech.” Sahutnya malu-malu. Aku memanggil seorang waitress untuk melayani pesananku. Selagi menunggu tiba-tiba Hilda beranjak menuju panggung yang tersedia. Yang biasanya tempat aku beraksi. Aku hanya terbengong di kursiku. Tak berapa lama suaranya menggema seantero café. Aku tersipu menatapnya. Apalagi yang akan dia lakukan untukku. Petikan gitar terdengar nyaring, gebukan drum mulai berdentum seirama. Suara Hilda mengalun sehalus beledu. Menyanyi untukku? Aku terkejut dengan aksinya yang tak terduga ini.Lirik lagunya menandakan sebuah ungkapan isi hati. Ini kah kejutan yang dia siapkan untukku?Menembakku dengan sebuah lagu? Betapa bodohnya aku yang tak memahami sinyalnya selama ini.
Usai menyanyi, suara tepuk tangan pengunjung café terdengar riuh sebagai wujud apresiasi aksi Hilda.Luar biasa! Aku menatap pipinya merona merah. Khas gadis sedang menahan malu. Aku mengucapkan terima kasih atas apresiasinya. Aku tak menyangka Hilda bisa melakukan itu untukku. Dan tak aku pungkiri benih-benih itu mulai tumbuh.Aku Jatuh Cinta!
Sejak saat itu, bisa dibilang kami jadian---istilah seorang gadis dan lelaki menjalin hubungan yang istimewa. Hari-hariku terisi oleh kehadiranya. Terkadang aku memintanya menemani sebagai backing vocal grupku. Lengkaplah kebahagiaanku. Ada gadis yang tertambat di hati. Pelipur di kala hatiku resah menjalani roda kehidupan. Menjadi tempat aku berkeluh kesah. Hilda pun sama bahagianya denganku. Harapannya melambung memiliki aku yang seorang vokalis grup band. Dan aku beruntung bisa memiliki gadis secantik dia. Ibarat mawar yang sedang terkembang.
Akan tetapi sebuah hubungan ini pastinya punya arah. Tapi kenyataannya, seiring waktu banyak hal-hal yang aku tahu tentang kepribadiannya. Keras kepala, manja berlebihan dan mau egois tak tertandingi. Aku sempat kewalahan menghadapinya. Mencoba mencari solusi saat pertengkaran harus terjadi. Hingga puncak dari keadaan ini, aku memutuskan meninggalkannya. Aku utarakan baik-baik keputusan ini. Aku tak bisa lagi bersamanya. Dia menangis tersedu-sedu mendengar penuturanku. Meski sempat meminta kesempatan padaku, namun aku telah bulat. Aku memilih untuk sendiri saja, mengobati luka tak terperi ini. Masa bahagia itu hanya menjadi lumbung kenangan. Lambat laun aku harus melupakan meski tak semudah membalik telapak tangan. Aku butuh waktu untuk itu. Dan aku akan bertahan hingga aku menemukan sesorang yang akan membantuku bangkit dari keterpurukan ini.
Teman-teman menyayangkan sikapku meninggalkan Hilda. Gadis secantik itu harus terluka. Aku pikir tidak hanya dia yang terluka, tapi aku juga. Aku tak bisa menjalani dengan sikapnya seperti itu terus-menerus. Aku pernah meminta sedikit saja pengertian darinya. Tapi malah dia yang selalu menuntut perhatianku secara membabi-buta. Aku lelah. Lagi pula aku mendamba seseorang yang bisa membuatku lebih baik dalam segala hal. Bukan malah sebaliknya.
Enam bulan kemudian…
Aku tak sengaja mengenalnya. Berawal dari sapaanku yang biasa. Aku mengenal gadis berjilbab yang memikat hatiku. Luka lama itu tak lagi mengoyak. Dia sempat memprotes fotoku yang terpajang di ruang mayaku. Ah, sangat perhatian! Gadis seperti dia-lah yang aku cari selama ini. Namun sungguh di luar dugaan. Ketika aku menyatakan perasaanku dan memintanya menjadi kekasihku. Dia menolakku mentah-mentah.
“Dalam agama tidak ada istilah PACARAN!” tegas dilontarkanya.
“Memang kenapa?” desakku meminta alasan.
“Pokoknya tidak boleh!” masih mempertahankan pendapatnya.

Sejak itu aku tak lagi berani mengungkit-ungkit mengenai pacaran. Aku belajar memahami sikapnya. Keras kepala untuk kebaikan. Namun bukan Arman namanya kalau masalah segini saja menyerah.Tidak! aku menginginkannya. Tak akan aku lepas selagi mampu menakhlukan hatinya.Bisa? harus bisa.Caranya? Akan aku ikuti kemauanya.Cinta tak harus membutuhkan status formal.Dan, ah mawar-ku aku telah meninggalkannya.Cinta kita berbeda, dan kini cinta yang kudamba ada dihadapan mataku.

By: Ivonie Zahra

Cerpen yang aku tulis ketika waktu mengantarkan aku mengenalmu. Mungkin, kau lupa ataukah masih ingat? sebuah pernyataan yang aku simpan di batok kepala hingga kini.
"Aku tidak mencari pacar, tetapi pendamping hidup sama halnya denganmu..."
Sedangkan cerpen ini terinspirasi dari seseorang yang membuatku terpuruk dan Tuhan mengirimmu untukku saat itu.

Monday, May 24, 2010

Senja

Terpukau.Menatapnya dikejauhan bola pijar itu tenggelam meninggalkan siluet.Dan aku rindu menantinya esok.

Fiksi mini ini aku ikutkan lomba di sini,http://akubunda.wordpress.com/2010/05/16/wi3nda/

Sunday, May 23, 2010

Ada dan Tiada

Bismillah....

Aku tak perlu menyalahkan waktu
Adamu dibagian tiada duga
Antara datang di sela-sela lelah menyuguhkan senyum

Aku tidaklah kalah di medan hati
Adamu tetap di sisi tiada tergantikan
Seperti katamu, ketika keluhku jadi senandung hadirmu
"Dan kau yang terkuat"

Aku tak ingin meresah pilu
Adamu selalu di saat tiada henti menahan laju rindu
Dan aku tak sanggup berpaling muka menatapmu kembali terpuruk
Seperti katamu, ketika langkah hendak menyerah di titik semu
"Hanya kau satu-satunya semangatku bertahan"

Ada dan tiada adalah bagian yang kita lewati
Di jalanan terjal
Berliku penuh onak duri serta cercaan
Di persimpangan menentukan arah bijak kita pilih...

Ada dan tiada menjadi rahasiaNya kemudian hari...
Aku ada
Kau tiada
Kita akan berdiri sama dihadapanNya

Hong Kong, 22 Mei 2010

Saturday, May 22, 2010

Kita Tak Bisa Sembunyi


Rentang waktu tlah membungkus lukaku
pada jiwa yang ringkih
Mengarak hati jauh dari lingkaran lara
Berteguh dalam keyakinan jalan suatu saat.

Mungkin, kita tak pernah lelah mencarinya seperti katamu,
"Aku menyukai kemungkinan dalam hal terkecil sekalipun,
Seperti semut yang pergi ke luar angkasa"
Pada waktu yang berjalan jauh nanti.

Mungkin, memberi kita kesempatan sekali lagi
Membuka lembaran baru di pelataran cintaNya
Bersama kuncup melati terangkai rapi
Menjuntai elok di atas selembar kerudung putih atau biru perlambang haru
Merebak wangi hingga relung hati
Pada akhirnya, aku mengikat diri dihatimu dalam perjamuan agungNya.
Takdir menghalalkanku bagimu
Karena kita tak bisa sembunyi dari itu....

Hong Kong, 7 April 2010

Thursday, May 20, 2010

Masih Di Tepian Senja


Aku masih di sini duduk manis menunggunya seperti dulu. Berharap Ia lekas kembali dan menyapaku dengan salam dan panggilan mesra.

"Apakabar sayang..." sapaan Abent seraya mengecup keningku. Dan aku menyambutnya dengan hangat serta mengambil alih tas kerjanya.

"Kenapa terlambat?" tanyaku memasang muka manja dan mencium takzim tangannya.

"Maaf, jalanan macet, Julie. Sungguh...!" sahutnya meyakinkan.

Aku berlalu ke dalam meletakkan tas kerja di ruangannya. Menuju ke dapur dan menyeduhkan secangkir kopi bercampur creamer hangat kesukaannya. Aku kembali ke ruang tengah seraya menyerahkan secangkir kopi buatan tangan mungilku.

"Terima kasih sayang...." ujarnya menyambut cangkir dengan senyum merekah. Pelan-pelan diseruputnya cairan kental kecoklatan dengan nikmat. Dan aku menemani di sampingnya.

"Beraroma Surga..." puji Abent selalu begitu.

"Di mana letaknya?" tanyaku keheranan kata-katanya sering membingungkanku.

"Pada hasil akhir karena buatanmu." sahutnya kembali menyeruput kopi. Aku hanya menunduk dan tersipu malu.

Abent, lelaki yang berhasil meluluhkan kekerasan hatiku berjalan menuju kamar. Ups! Aku hampir lupa menyiapkan baju gantinya setelah mandi. Buru-buru aku menyusulnya.

"Maaf, hampir lupa sayang.." ujarku sambil membuka lemari. Tangan memilah-milah baju. Kemudian aku kembali ke ruang tengah mengambil remote TV. Aku bosan dengan acara yang ditampilkan saat ini. Sangat membosankan. Tak ada kreatifitas baru yang bisa disuguhkan. Berkali-kali mengganti chanel program acaranya tak jauh berbeda. hanya kemasannya saja yang dirubah. Tak berapa lama Abent sudah selesai dan menghampiriku.

"Kenapa?" Tanyanya membaca aura mukaku yang keruh menatap TV. Ia duduk di sampingku, tanganya bergelayut mesra di bahu.

"Sangat membosankan!"

"Begitulah media kita sekarang sayang." ujarnya menanggapi keluhanku.

Aku beranjak dari sofa.

"Mau kemana?"

"Abent! kau lupa janjimu?" cercaku mengeryitkan dahi.

"Apa sayang?" tanyanya tak bersalah. Aku kembali membalikkan badan menatapnya terkejut dengan pertanyaannya.

"kau sudah janji menemaniku menikmati keindahannya di tepian senja di balkon rumah kita khan," jawabku mengingatkannya.

Astaga! Abent menepuk keningnya sendiri. lalu segera bangkit dan menggandengku menuju balkon. Sesekali jarinya usil memencet hidungku nakal. Kebiasaan yang entah kapan dimulainya.

"Maafkan aku, Julie." mohonnya ketika telah sampai di balkon.

Sungguh aku tak bisa marah pada Abent. Lelaki yang terkadang manja ini pintar merebut hatiku. Bahkan satu-satunya lelaki yang menahlukkan prinsipku saat itu.

"Aku akan menikahimu, Julie." ucapnya tiga bulan yang lalu di tepian senja pula.

***

Waktu telah menyempurnakan segalanya. Tak terasa tiga tahun aku bersamanya. Menjalani kehidupan rumah tangga yang indah. Dulu, aku terbiasa memanggil namanya langsung, meski jelas-jelas Ia lelaki halal bagiku. Aku tak harus selalu memanggilnya dengan sapaan mesra. Sisi romantisme tak perlu aku hambur-hamburkan sejak awal pernikahan. Itu keinginanku dan Abent tak tersinggung atau marah. Itu salah satu konsekuensi dari pilihannya untuk menikahiku.

Aku masih di sini menunggunya dengan setia. Tapi aku tak lagi sendirian. Ada bidadari kecil di pangkuanku yang menjadi anugerah-Nya. Wajahnya yang polos selalu membuatku rindu untuk mendekapnya. menimangnya mesra sambil menceritakan apa saja yang aku lihat. termasuk keindahan teja di tepian senja. Buah hati pertamaku bersama Abent yang kami beri nama Nesya. Aku ingin kelak ia tahu. cinta kami padanya begitu besar setelah penantian tiga tahun yang melelahkan. Dan aku ingin ia tahu, sebelum ia ada di antara aku dan Abent, selalu bercerita tentang masa depan di balkon rumah kami. Menyiapkan nama untuknya. Sesekali diselingi perdebatan ringan. Aku ingin nama yang kini ada padanya.

"Aku suka nama Nesya, Abent!" usulku tegas.

"Iya dech. daripada kamu cemberut terus kalau tidak aku turuti."goda Abent membuatku gemas.

Sifatku dengan Abent saling melengkapi. Aku sangat keras kepala, sedang Ia penyabar. Aku lebih sering ingin begini dan begitu. tapi tetap saja meminta pertimbanganya. dan dia kan selalu menyetujui demi aku.

"Ah, betapa beruntungnya kau, Julie." bisik hati kecilku. Aku dan Abent sepakat membesarkan Nesya dengan pondasi agama nomor satu. Lainya itu terserah Nesya kelak ingin menjadi apa yang dicita-citakannya. Dan aku mengajari Nesya untuk memanggil Abent dengan sebutan "Ayah Abent" bukan papa. Lagi-lagi aku suka aksen itu.

***

Waktu yang paling menjadi favoriteku tetap di sini, di tepian senja menunggu Abent dengan bidadarinya. Aku menatap Nesya seraya berbisik lembut di telinga mungilnya.

"Nesya, ayah pulang sayang..." Ia akan membalasku dengan senyuman menggemaskan. Bertiga, aku dan Abent bercerita bersama untuk Nesya.

"Kami mencintaimu, Sayang..." bergantian aku dan Abent mencium pipi montoknya. Tak lupa Abent mencium keningku mesra.

"Terima kasih, Julie sayang. Dia dan Kau kebahagianku selamanya.." ujar Abent bersungguh-sungguh.

HongKong, Di tepian Senja 2 November 2009



* Aku persembahkan kepada semua yang menggagumi senja.

Wednesday, May 19, 2010

Ceroboh

Bismillahirohmanirohim...

Sepertinya sifat ini masih saja melekat padaku. Masalahnya tidak hanya sekali dua kali, bahkan sering kali terjadi. Entah itu karena kesengajaan atau tanpa sengaja. Bayangkan saja, setiap musim hujan tiba aku selalu direpotkan harus membawa payung ketika belanja.Saat singgah ke sebuah toko, mau tidak mau payungnya harus aku taruh di emperan dan memasukkan dalam wadah yang sudah disediakan pihak toko. Nah, giliran transaksi di toko selesai dan kebetulan hujan sudah reda. Aku dipastikan melenggang begitu saja dari toko. Tersadar justru sudah hampir sampai rumah. Itu pun setelah merasakan ada sesuatu yang ganjal tak lagi menenteng sesuatu. Payung ketinggalan. Alamak.....aku harus ngibrit seribu langkah untuk mengambil payung tersebut. Memastikan payung masih aman atau sudah diembat orang. Tapi terpikir olehku, payung jelek saja siapa bakal melirik, terkecuali yang bawa he he..
Alhamdulilah...payungnya memang masih utuh ditempat. Dasar ceroboh!

Begitu pun tentang kejadian kali ini. Aku ceroboh memposting ulang sebuah tulisan di rumah maya lainnya. Dan tulisan itu menjadi permasalahan antara si penulis denganku. Bukannya gak boleh sech di posting ulang. Hanya saja tulisan itu khusus dibuat untukku dan tidak sembarangan orang boleh mengaksesnya (mungkin) :((
Tentu saja aku harus menghargai hasil kerja keras si penulis.Ugh...ceroboh yang bisa mengakibatkan hal yang fatal. Hiks..sempat meminta maaf sama si penulisnya. Dan aku berjanji akan menghapusnya, karena seseorang sudah berhasil mengakses tanpa ijin, maksudnya secara tidak sengaja membaca tulisan itu dari dua tempat yang berbeda namun mengetahui satu sumber yang sama.
Ingin marah dengan orang yang membaca itu? Jelas tidak mungkin donk. Ini khan jelas murni kecerobohan dan kesalahanku.
Dan hari ini aku benar-benar menghapusnya meski sempat terbaca beberapa kontakku di rumah maya tempatku memposting.
Pelajaran nomer ke berapa ya? Pastinya, aku harus berpikir ulang untuk melakukan sesuatu hal agar tidak menysal dan melakukan kecerobohan lagi. Apalagi berkaitan dengan privasi.
Semoga si penulis tak kapok membuat tulisan untukku lagi..Amin ^_^

Tuesday, May 18, 2010

Kita

Bismillah...

Malam merambat pasti hingga tengah. Hati masih menanti kabar di sana. Adakah kau baik-baik saja? Atau kerikil yang terlindas kulit hitam ban depan menjadi penghambat laju?
Jangan mengulur alasan terkecuali aku yakin terhadap keadaan.

Ketika ucap pamit menyertai pergi, ada mata basah, hati nelangsa bercokol sempurna. Tiada daya menepis seujung kuku sekalipun.
Namun kedatangan mampu menyerap sendi-sendi bahagia, ada binar sorot mata, rekah senyum di antaranya.

Aku cinta kau, ini cinta kita...
Kujaga kau dalam desah doa...

Monday, May 3, 2010

Ya Sudahlah, pada senandung hati

Artist: bondan prakoso & fade 2 black




Ketika mimpimu yg begitu indah,
tak pernah terwujud..ya sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu,
dan tak pernah sampai..ya sudahlah (hhmm)

Apapun yg terjadi,
ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY :)

yo..

Satu dari sekian kemungkinan
kau jatuh tanpa ada harapan
saat itu raga kupersembahkan
bersama jiwa, cita,cinta dan harapan

Kita sambung satu persatu sebab akibat
tapi tenanglah mata hati kita kan lihat
menuntun ke arah mata angin bahagia
kau dan aku tahu,jalan selalu ada
juga ku tahu lagi problema kan terus menerjang
bagai deras ombak yang menabrak karang
namun ku tahu..ku tahu kau mampu tuk tetap tenang
hadapi ini bersamaku hingga ajal datang

Sempat kau berharap keramahan cinta,
tak pernah kau dapat..ya sudahlah

yeeah..dengar ku bernyanyi..lalalalalala
heyyeye yaya
dedudedadedudedudidam..
semua ini belum berakhir

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY
satukan langkah..langkah yg beriring!
genggam hati, rangkul emosi!

Genggamlah hatiku, satukan langkah kita
Sama rasa, tanpa pamrih
ini cinta..across da sea
peluklah diriku..terbanglah bersamaku,
melayang jauh.. (come fly with me, baby)
Ini aku dari ujung rambut menyusur jemari
sosok ini yg menerima kelemahan hati
yea..aku cinta kau..(ini cinta kita)
cukup satu waktu yes.(untuk satu cinta)
satu cinta ini akan tuntun jalanku
rapatkan jiwamu yo tenang disisiku
rebahkan rasamu..untuk yg ditunggu

BAHAGIA..HINGGA UJUNG WAKTU..

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY .



-----------***------------
Sejak awal mendengarkan lagu ini, aku sangat menyukainya. Sama halnya dengan lagu sebelumya yang berjudul "Kau Puisi" , kiriman seseorang yang mewakili senandung hati. Dan benar saja, aku makin jatuh hati pada lirik dan arasemen lagu-lagu Bondan Prakoso cs. Meski aku tak tahu banyak dunia band, hanya pernah dekat dengan anak-anak band yang berkecimpung di dalamnya. Salah satu dari mereka hampir menjadi bagian dalam hidupku. Ah, tapi Tuhan memang tidak mentakdirkan bersamaku dan jadi masa lalu saja.

Lagu ini seringkali menjadi soundtrak, ketika aku sedang tenggelam di dunia kata-kata...menulis. Menjadikan bagian semangat padaku selain dukungan dia. Dan aku tak pernah bosan memutarnya berulang-ulang.
Yeah, i like this song because of you dear...^_*

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..

coz everything's gonna be OKAY

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..

coz everything's gonna be OKAY