........................SELAMAT DATANG DI BILIK KECILKU......................

Sunday, December 5, 2010

Balkon


Bismillah...



"Apakah yang terpikirkan olehmu tentang kata itu?"



Aku ingin ada 2 kursi mengapit meja kecil, di atasnya tersedia teh manis, cemilan ringan, laptop dan kamu.

Aku bebas mengintip senja, mendiskusikan beragam buku yang kubaca kemarin atau hari ini.

Tidak hanya itu aku kira.

Lantas?

Aku leluasa memindahkan reaksi alam dalam tulisanku...mungkin menyenangkan.





"Dan aku merancang masa depan bersamamu dan...aku mengkritisi tulisanmu, kurang gizi."





Well, senyum mengembang berbarengan, aku dan kamu ^___^

Yogyakarta, 4 Desember 2010


*gambar nyomot di sini http://www.google.co.id/imglanding?q=balkon+dan+kursi&um=1&hl=id&tbs=isch:1&tbnid=1wK7-5s_kTFn9M:&imgrefurl=http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Eksterior/Artikel/Balkon-dan-teras/Mengapa-Harus-Pilih-Dinding-Kamprot&imgurl=http://www.ideaonline.co.id/var/gramedia/storage/images/idea/eksterior/artikel/balkon-dan-teras/mengapa-harus-pilih-dinding-kamprot/3479821-1-ind-ID/Mengapa-Harus-Pilih-Dinding-Kamprot_thumbnaildetail.jpg&zoom=1&w=300&h=360&iact=hc&ei=7_r6TJ_lKYXGsAOmuMz3DQ&oei=xvr6TIe3NpGsrAeFmuTVCA&esq=10&page=6&tbnh=135&tbnw=115&start=101&ndsp=21&ved=1t:429,r:10,s:101&biw=1280&bih=568

Tuesday, November 30, 2010

Editor Dadakan

Diterima kerja jadi editor? Ngimpi kali….Tenang, ini bukan soal terima job formal. Melainkan job dadakan. Begini ceritanya.

Teeeeeeeetttttttt…hp bergetar sambil diiringi suara merdunya Bondan Prakoso itu lho.

“Von, Miss A minta malam ini bisa?”

“Whaaaaaaaaat?” sambil bola mata nyaris mencelat.

Meluncurlah kalimat bla..bla..di layar si pinky tersayang. Kalau si Om bilang hape colek hahaha * tapi aku gak suka colek2 lho*



Kembali soal job dadakan itu. Sanggupkah semalam aku mengerjakannya? Sementara siang-nya aku mengalami prahara yang melelahkan hati. Bayangkan saja, bener lho aku Cuma minta kalian bayangkan. Jangan coba-coba lakukan.

Di KM 8,5 sempat celingak-celinguk menunggu angkutan setelah keluar dari warnet dengan wajah ditekuk.

“Maaf, mbak…full” wushh hembusan nafas segarku keluar.*baru kesiram air*

Satu dua menit tak juga muncul monyong angkutannya. Dan aku pun memilih berjalan sambil sebentar-sebentar tolah-toleh ke belakang. Siapa tahu ada angkut lewat. Hingga KM 7,5 tak kunjung lewat sekedar menyapaku.

“Mari mbak manis…….” *kelamaan nunggu dipuji orang :P *

Tidak, tidak ada sapaan seperti itu. Menatap jarum jam di pergelangan tangan. Hari semakin siang tapi belum sampai puncak pukul 12 siang ding. Dari pada manyun sambil jalan, aku memutuskan untuk senam jari. Mengirim pesan kesana-sini. Dan yang membuatku semangat adalah curhat Si Cubby soal temannya yang sok lebay. Asli lebay bangeeeeeeeeeeeeeeet. Begini nech lebaynya.

“G chayank q cinta q demi sebuah janji…pasti q lakukan”

*tanpa mengurangi bentuk aslinya.* Aku bacanya sambil membekap mulut, pengendalian diri tahap awal untuk tidak ngakak.

Usai baca sms sejenis kayak gitu. Langsung cliiiiing…..ada angkot? Bukaaaaaan. Tapi mataku tertuju pada sebuah plakat. “PenitiNet” hatiku kalau bisa dilihat pasti sedang lonjak-lonjak kegirangan.

Aku ngibrit belok kiri. Urusan angkot? Belakangaaaaaaaan.

Akhirnya bisa ketemu sama Mas Warnet hohohoho….*moga g ada yg cemburu baca bagian ini.Kebangetan kalu cemburu*

Ngapain saja di warnet? Udah ah, gak perlu diceritain. Nanti kepanjangaaan ceritanya dan keluar dari topik aliat OOT. *Nyengir. *Selesai dari warnet, aku nunggu angkot. Gak dapat juga. Jalan lagiiiiiiiii kurang lebih setengah KM buat fotocopy ini dan itu. Baru dech duduk manis depan counter fotocopy sambil nunggu angkot.



Dalam Angkot menuju perempat kentongan, eh Kentungan. Mana itu, Von? Silakan cari sendiri di peta atau berburu di mbah google.

Belum sampai perempatan, otakku langsung nyangkut pada sesuatu. ATM.

Pas kebetulan juga ada pesan masuk.

“Von, udah belum?” baca sambil nyengir kuda.

“Belum mbak. Masih mau nyari ATM nech.” Terkirim dengan selamat. Dan mataku bersibobrok dengan kotak ajaib yang nyembulin uang itu.

“Pak, kiriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…….” Aku mengulurkan uang selembaran dengan angka 2 dan uang receh.

Turun dari angkutan aku masih harus menunggu.

“Maaf, mbak. ATM masih diisi.” Ujar si Mas Cakep memamerkan senyumnya yang cute…….*semoga diampuni karena gak bilang-bilang*

“Iya, mas. Gak apa-apa.” Jawabku sambil menunduk ke arah jalan raya. Ingat pesan tidak boleh melirik-lirik. Eh tapi khan gak lihat ya dia. Selesai urusan ATM, menuju perempatan ketongan itu aku masih jalan lagi. Silakan saja dijumlahkan dengan yang di atas kalau aku menambahkan 500 meter kemudian. *Ngusap peluh*

Menuju tempat yang menjadi prahara. Sekaligus penambahan jarak jalan kakiku yang tak menghasilkan apapun alias tangan kosong. *nyesek hati



Aku memutuskan perjalananku ke pusat kota. Melepas penat hati karena kecewa berat. Apa ini salahku?

Tuhan, betapa semua Kuasa ada di tangan-Mu. Ini sebagian upaya perjuanganku dari sebuah keputusan. Menangis di jalan pun tiada guna. Malu pada pohon yang berjejer tegar di tepian jalan. Malu pada aspal hitam yang setiap saat terlindas beragam ban. Ah, hidup perlu kerja keras. Aku sadar, setelah memanjakan diri sekian hitungan hari. Tak apa, mungkin belum bagianku. Semua sudah tercatat tentunya di sana.

Kembali ke job dadakan. Sesampai di rumah, aku bergegas mandi dan sholat. Makan? Sudah nyicip bakso di pusat kota yang harganya amit2. dengan rasa yang tak kunikmati sepenuhnya. Asal perut terisi dari pada Mr. Nos mengomel-ngomel padaku tak mendengar nasehatnya.



Membuka si butut yang sangat usang. Bahkan pernah divonis bakal kena hukuman mati seumur hidup sama hakim reparasi. Alhamdulilah, dia masih setia menyalak-nyalak hingga kini. Membongkar naskah yang perlu dibantai, eh diedit.

Cukup dengan ngedit? Tidaaaaaak, ternyata masih banyak bagian yang perlu direvisi. Sungguh pekerjaan yang tidak mudah. Aku bekerja dengan memeras otak, mata dan jari. Sementara suasana hatiku sangat berantakan. Kedua kakiku mumet luar biasa. Tapi sebuah amanah alias ngedit dadakan harus berjalan. Aku pantang mengecewakan selagi mampu.

“Tapi dirimu punya hak istirahat khan?”

Iya, punya. Tentu saja aku memikirkan kondisiku. Toh, posisi yang tidak dibenarkan tapi begitu nyaman buatku adalah posisi sambil berbaring dengan kaki belakang terangkat….*gak perlu ditiru.

Apa hasil dari mengedit? Beragam pembelajaran. Mengenai tulisan orang. Kita akan tahu seberapa kualitas tulisan orang. Namun bukan berarti kita berhak menilai sesuka kita. Ada bagian yang akan bikin kita tersenyum mendapati kalimat yang menurutku lucu. Tak ayal aku pun berkerut dahi dengan susunan kalimat yang njlimet alias ruwet.

Terkadang dari membaca buku yang diedit seorang editor penerbit pun bisa jadi solusi. Namanya saja belajar otodidak. Tapi…. Saya tidak berani menjamin kalau naskah itu jatuh ke tangan si Om. Yakin, gak bakalan utuh seperti aslinya. Kalau gak makin baik malah jadi ancur versi dia. Ingat bagaimana sebuah ceritaku dikuliti mengenaskan sama si om dan berakhir dengan aku mendebatnya di bagian ini dan itu. Titik!



Tapi dia guru yang baik dalam berbagi ilmu….*kalau lagi beres. Toh, meski agak terlambat memenuhi kesepakatan. Aku berhasil menyelesaikan sambil ditemani mp3 beragam judul lagu. Hanya setitik harapan, semoga hasil perputaran otakku yang kadang blank dan ilmu yang tak seberapa kumiliki. Tidak mengecewakan yang bersangkutan. Lha wong yang melimpahiku job editor dadakan sudah pasrah bongkokan kok. Eh, ada sedikit yang tertinggal. Kalau mengikuti alur cerita naskah itu, banyak yang menjeweeeeeeeeeeeeer kisahku huhuhuhu *mewek guling2 bergantian dengan nyengir*

“Kok, Aku bangeeeeeeeeeeeeeeet!!!!!” :P

Saturday, November 27, 2010

Dia Pencemburu Dan Aku Putri Ngambek

Dia duduk tepat di depanku, hanya dibatasi sebuah meja. Sorot tajam matanya menelanjangi diriku yang salah tingkah. Entah, apa yang ada dalam pikirannya tentangku. Menatapku begitu dekat tanpa sekat ruang khayalan lagi.
“Hentikan tatapanmu!” rutukku dalam hati tanpa berani terlontar. Aku menunduk semakin dalam. Tak akan aku biarkan dia seenaknya menatapku tanpa meminta izin. Menikmati seraut wajahku yang entah berupa apa.
Diam dalam pikiranku sendiri. Dulu, aku mengenalnya begitu angkuh. Menyapa sekedarnya pun tidak. Hanya menampilan sepatah dua patah kata yang membuatku berkerut dahi. Sikapku? Sama cueknya. Ya, aku sebenarnya mendapat julukan si perempuan jutek, itu pun kalau waktuku di usik tidak pada tempatnya. Siapapun akan mendapat semburan omelanku yang membuat telinga merah.
Namun perlahan atau apalah alurnya. Aku dan dia menjadi dekat hanya karena ulah manusia tengil. Mungkin, kalau tak ada peristiwa yang membuatku mendengus kesal. Dia tak akan sedekat ini denganku.
“Terbuat dari apa hatimu dulu?” tanya pada diriku sendiri. Seperti tak percaya saja, pada akhirnya dia mampu terbuka padaku.
“Sudahlah, Nie…lupakan saja semua tentang dia. Kalau kamu ingat terus akan membuatmu tak bisa lupa padanya dan sakit terus.” Nasehatnya kudengar sambil tersenyum kecut.
“Bagimu mudah berkata begitu, An.” Sanggahku sengit. Ah, aku mungkin terlalu ketus padanya. Sosok yang aku kenal beberapa bulan namun akhir-akhir ini saja menjadi lebih dekat dan akrab.
“Oh, maaf kalau kamu tidak suka dengan kata-kataku. Sebagai teman aku hanya bisa mengingatkan demi kebaikanmu.” Ujarnya kemudian.
Teman? Ah, kita berteman berapa lama, An?
***
hari terus berputar silih berganti nama. Senin berujung pada Minggu, selalu begitu. Terkadang otak bandelku ingin menyalahi aturan itu.
“Kenapa tidak awal itu hari Kamis dan ujungnya menjadi Jum`at?” sungguh ide sangat konyol bukan. Aku pun tak pernah menemukan jawaban untuk hal itu. Apalagi menjadi kenyataan, yang ada aku tergelak-gelak dengan otak bandelku.
Memoriku kembali padanya. Sudah lama tak lagi aku mendengar kabarnya. Hingga suatu hari dia datang mengejutkan aku.
“Hai, Nie…Apakabar?” sapanya ramah. Ya ya…sikapnya mulai melunak tak secanggung dulu.
“Hmm…baik, An. Tumben bertanya kabarku. Kupikir kamu sudah lenyap tertelan bumi yang angkuh ini?” Angkuh seperti awal kita jumpa batinku.
“He..he…aku…” menggantung.
“Kamu kenapa?” Apa peduliku ingin tahu begini.
“Aku kangen kamu, Nie.” Jawabnya kemudian.
Hening. Dahiku berkerut heran.
“An, sejak kapan kamu punya kata itu dalam hidupmu selama mengenalku?” tanyakulebih aneh. Bukan kegirangan karena dia merinduku.
“Sejak aku punya kata itu untukmu.”
Aku bungkam dalam senyum.
***
Waktu makin mendekatkan dia padaku. Berbagi cerita tentang indahnya rangkaian kalimat. Dia penyuka dunia tulisan sepertiku. Tapi beda pengungkapan saja. Aku lebih sederhana dan dia lebih rumit. Tapi nyatanya aku dan dia selalu menemukan ujung jalan obrolan sederhana sekalipun. Hingga aku menyadari ada sesuatu yang disembunyikan padaku.
“Kamu jadi lebih perhatian padaku, An?”
“Tidak boleh?”
“Bukan begitu. Aku perlu alasan tentunya? Tanyaku basa-basi.
“Penting bagimu?”
“Sangat.”
“Ah, tidak perlu aku jelaskan. Baca saja dari mataku, Nie.” Jawabnya enggan terus terang.
“Bisakah tidak membuat rumit, An?” pintaku memohon.
Tak pernah ada jawaban hingga semua menjadi begitu indah bagiku juga dia.
***
Dalam satu hati ada cinta
Menjadi tiap bagian nafas kehidupan
Dimana kaki berpijak
Akan ada cerita terlukis
Pada kanvas putih kenangan…
Bernyawa ketika disentuh jari-jari kebaikan
Aku
Dia
Mengores dengan warna yang sama.
Aku tertegun dalam berkepanjangan, saat ungkapan hati bersuara.
“Aku mencintaimu, Nie.”
“Apa yang kamu cintai dariku?”
An menatap ujung kepala hingga kakiku dengan tatapan ramah. Bukan gejolak syafwat.
“Aku mengerti. Terima kasih.” Ujarku menunduk, menekuri bentuk ubin mengkotak-kotak.
Sejak saat itu dia sangat perhatian. Menghujaniku kenyamanan pada hati. Ah, dia mulai berani memanggilku dengan panggilan khusus. Cinta Nie. Sempat aku memprotes sikapnya.
“An, jangan manggil cinta ya. Panggil saja tetap Nie.”
“Aku suka cinta. Kamu tidak boleh melarangku. Seharusnya kamu memanggilku dengan panggilan khusus juga.” Sanggahnya menuntut balik. Ah, bukan tuntutan. Hanya semacam permintaan pada orang yang mempercayakan tempat untuknya di hatiku.
“Sayang An?” tanyaku ulang.
“Tidak keberatan Cinta?” aku menggeleng dan tersenyum bersamaan.
***
Mengenal lebih dekat hatinya. Kebiasaan dan sikapnya terhadapku dan lainnya. Dan aku mendapati sebuah sikap yang aku sendiri tak punya. Sungguh, aku memang tak sempurna. Dia pun tak mencari hal itu. Hanya pada kata mendekati sempurna menurutnya. Aku nyaris menangis terpekik, ketika suatu hari dia memprotes sikapku.
“Aku tak suka kalau cintaku bergurau seenaknya dengan lelaki lain. Di depanku atau pun tidak.” Katanya tegas.
“Sayang An, aku tak ada apa-apa dengan mereka.” belaku dengan mata mulai berkaca-kaca.
“Sekali aku tidak suka, ya tidak suka Cinta. Mengertilah.” Timpalnya menegaskan.
“Baiklah.” Usai menyahut aku meninggalkan dia begitu saja dengan isak tertahan. Aku pun punya hak membela diri dan kenapa dia tak mau mendengarnya.
***
Aku memaafkan sikapnya saat itu. Aku memergoki dia sendiri sedang bergurau dengan perempuan lain pada dunianya. Aku? Tidak seperti dia.
“Siapa Lyn?” tanyaku hati-hati.
“Tahu darimana tentang dia?” sahutnya balik bertanya.
“Dia Lyn yang pernah kamu dekati bukan?”
“Ya.” Jawabnya tanpa membantah.
“Oh…” mulutku membentuk huruf O.
Sejak saat itu aku jarang sekali bersuara. Hanya sesekali menanggapi ucapannya pendek-pendek. Hingga aku benar-benar tak ingin berbicara dengannya. Aku mogok bicara!
Dia menjelaskan panjang lebar tentang Lyn. Tidak dan bukan aku diam karena cemburu membakar hatiku. Aku ngambek karena dia tak pernah jujur sejak awal. Aku benci kebohongan dan pengkhianatan. Bila sudah begitu, dia akan mengeluarkan jurus-jurus meluluhkan aku.
“Cinta Nie, aku hanya sayang dan cinta kamu.” Ucapnya dengan kesungguhan yang kubaca dari sorot matanya.
“Aku tidak suka kamu tidak jujur Sayang An.” Sahutku manyun.
“Aku janji.” Jawab Sayang An.
Dia duduk manis di sampingku. Menikmati siluet senja di balkon rumahku. Dia bercerita tentang gadis masa lalunya yang telah berpulang ke Rahmatullah. Tentang cintanya yang berlebihan. Lukanya yang begitu dalam kehilangan gadis itu. Keterpurukannya yang nyaris merenggut masa depan dan semangat An.
“Aku mencintaimu, seperti aku mencintai Rabia dulu, Cinta.” Aku menggigit bibirku mendengar pengakuannya.
“Aku begitu pencemburu terhadap Rabia dan kini kamu. Maafkan Cinta. Aku takut kehilangan lagi.” Aku semakin getir. Aku tak cemburu mendengar semuanya. Tidak pun dicubit-cubit hatiku. Aku pernah cemburu hanya pada seseorang bernama Aya.
Aku pernah ngambek tak sudi menerima semua perhatian An jika sudah mengungkit tentang Aya. Perempuan yang mencintai An, sama sepertiku. Tapi tidak terhadap Rabia.
Hingga senja berlalu sekian hari. Dia tetaplah pencemburu bila aku akrab dengan lelaki lain. Dan aku putri ngambek bila dia menyalahi hal yang tidak aku sukai. Perpaduan sifat diantara cinta An dan sayang Nie.

________ Selesai________

Yogyakarta, 26 November 2010

Tuesday, November 23, 2010

Kerikil Kehidupan

Bismillah...





Saat ini berjalan diterjalnya kehidupan.

Bolehlah aku mengais sakit, menginjak kerikil-kerikil itu.

Tapi aku takut.

Bukan pada merahnya darah.

Pada bekasnya luka.

Aku takut sendirian mencungkilnya.

Untuk aku buang kemana? atau aku simpan dalam wadah menjadi pajangan.

Mengingat dalam perjuangan hidup dan mati...

Serengkuhan kawan...

Aku butuh

Dan adakah yang akan mengulurkan untukku?



*Diredanya gemuruh jiwa ringkih di antara 3 malaikat kiriman-Nya*



Tempat bernaung, 17 November 2010


Aku menulisnya ketika diri ini berani mengambil keputusan. Keluar dari rumah. Bukan sekedar keputusan emosional terhadap keluarga.Tapi mungkin itulah saatnya aku bangkit setelah sekian bilangan hari memanjakan badan dan pikiran. Meski ada sesak yang tertahan ketika kaki ini melangkah keluar rumah. Ah, aku butuh ruang dan waktu yang benar-benar mampu menggodok kedewasaanku.
Sepulang ke Indonesia aku hanya berpegang pada prinsip untuk tidak pesimis dengan negeriku sendiri. begitu pun atas nasehatnya meyakinkan aku. Andai aku lemah, mungkin aku akan kembali meninggalkan jauh negeriku dan keluargaku ke tempat yang berbeda. Hanya memuaskan emosi dan melarikan luka. Ada dia tak akan membiarkanku melakukan hal itu lagi.
Sama hal seperti sekarang ini, ketika keputusan ini kuambil, dia tetap mendukung keputusanku tanpa menyalahkan sedikitpun.Karena dia yang lebih memahami hati dan pikiranku. Dan uluran tangan sahabat yang begitu hangat seperti saudara perempuan bagiku.

Entahlah, apakah ini salah atau tidak. Semoga aku mampu menghalau kerikil kehidupan yang akan menguatkanku untuk menatap masa depan.

Friday, August 6, 2010

Minum Vitamin

Bismillah...

Sejak tahu aku sering kumat panas dalam, yang mana berimbas pada radang gusi dan sakit gigi.
Dia menyarankan agar aku minum vitamin C, selain itu dia paham dengan kebandelanku yang mengabaikan pola makan tidak teratur.
Setiap ada kesempatan mesti yang ditanya sudah minum vitaminnya belum.
Dan kebanyakan aku selalu lupa pesannya dan hanya menjawab hati2 belum :D.
Pernah juga seminggu aku sengaja gak minum vitaminnya. Hasilnya omelan yang bikin keki.
"Memang mukaku kayak vitamin C ya...?"
terkadang aku pura-pura sudah meminum agar pesannya merasa didengar, tapi pada akhirnya dia tahu aku berbohong. Terkadang juga, aku sengaja tidak minum vitaminnya sebagai bentuk kekesalanku padanya yang dipicu hal lain. Aku kekanakan? Mungkin. Atau aku memang ingin dimengerti.

Lain lagi sailo ( adik laki2 ) anak bosku hafal juga tiap aku minum vitamin, selalu berujar
"Anie, kamu minum obat ya..." sambil melototi bungkus kuning yang aku buang.

Setelah mengabaikan lagi pesannya, seminggu tanpa vitamin.
Kini aku menyoba nurut dan minum,tapi hasilnya bikin aku ngantuk...
Vitamin... Oh... Vitamin

Friday, July 30, 2010

Despresi Kata

Bismillah........

Mungkin aku butuh tempat menepikan raga
Mengolah jiwa di ujung waktu-Nya
Agar sanggup menyibak rimbun dedaun rindu
Menjulur di ranting kehidupanmu
semakin penuhi hutan belantara hatiku

Di setiap malam dalam simfoni sendu
Merangkai alur cerita tentangmu
Tak lekas selesai di sini
Menghapus kenangan mantan kekasih lalu

Ah, aku muak pada segala cerca
Di sorot tajam menikam
Membunuh yakinku akan sungguhmu
Mungkin sesakit gigit nyamuk
mengoyak kulit ari di jengkal tubuhmu
Namun kau tetap mencecap manis
Semanis teh yang kau seduh
dalam cangkir nyaris retak
Oleh didihnya emosi mengubun-ubun

Aku tahu, kau masih di sana
Menunggu nuansa jingga di batas cakrawala
Dan aku di sini selalu bertanya pada Tuhanku

Benarkah, mencintaimu itu misteri?

Hong Kong, 30 Juli 2010


*Yippieeeeee...akhirnya dengan susah payah jadi juga hasil arisan kata dari;( Nyamuk, nuansa, simfoni, hutan, sendu, malam, misteri, muak, manis dan mantan).Aku rindu menulis puisi bersamanya dan mentertawakan pilihan kataku yang awut-awutan....:((

Ah, sebentar lagi pulaaaang sayang.....:"> Hong Kong- Surabaya- Blitar

Thursday, July 29, 2010

Sweater Biru


Bismillah

Sebenarnya aku sudah lama melihatnya. Tapi dulu masih sambil lalu saja.
"Tidak ada yang menarik!" Begitu pikirku saat itu, hanya saja aku suka warnanya. Warna kesukaanku, biru.
Apapun yang berwarna biru bisa bikin mataku kalap. Pokoknya cinta banget, terbukti juga khan dengan theme blogku yang biru banget.
Akan tetapi aku sempat melihat lagi sweater itu beberapa minggu yang lalu. Sempat terpaku mengamati detailnya dan..Ugh, rasanya aku ingin memilikinya.
Yah, keinginan itu hanya bisa aku simpan dalam hati. belum berani mengutarakan padanya. Kenapa? Hmm..antara malu, gengsi dan takut kecewa gak bakalan mendapatkan.
Saking udah nahan diubun-ubun, aku pun memberanikan diri bilang padanya tentang keinginan itu.
"Aku naksir berat sweater birumu!"
"Yang itu?" tanyanya memastikan.
" iya, aku mau!" nyengir malu-malu tapi mau.
"iya, ntar kucarikan buatmu..."
Asyik, kegirangan bakal dapat barang inceran.
"mudahan masih ada, soalnya aku beli udah lama." sahutnya kemudian.
" kalau gak ada,itu saja buat aku ya..ya..." masih giigih merajuknya :D
"iya dech!"

Asyik.......aku kegirangan bukan main. Pulang ke Indonesia, ketemu dia dan merampok sweater biru itu. Bahagia donk, barang inceran bakal berpindah tangan padaku. Jeleknya aku, kalau menginginkan sesuatu harus sampai dapat. tapi bukan dengan menghalalkan segala cara lho, berusaha sampai dapat dan tentu saja diiringi dengan doa.
Sungguh......Aku suka banget sweater biru itu, jujur sech modelnya biasa, simple saja.
Tapi tidak bagiku, meski seperti yang sudah aku sebutkan tadi, tetap saja terkesan elegan buatku. Padahal aku bukan perempuan fashionable.^____^

*kurang lebih kayak digambar itu dech, dan di culik dari sini http://archive.kaskus.us/thread/2683988

Friday, July 16, 2010

Kesempatan

Bismillah... Bagian hari yang sudah dia tinggalkan, menjadi dunia yang sunyi. Aku diam dengan segala rasa yang terbungkus kesabaran. Kadang sikap dingin kuberlakukan,agar dia mengerti ada jiwa yang nyaris terkapar lagi. Ah, semua masih gugusan mimpi di ranah kehidupan ini. Tidak banyak yang kupinta, tapi begitu terjal jalannya. Sekali dua kali ingin menyerah saja. Namun begitu terlontar, aku mendapati respon yang sengit :(
" kau sudah menyerah... Meninggalkanku sendiri..."
Tuhan... Aku sepertinya sudah lelah dengan semua ini. Tapi kenapa kesempatan masih ada di sana. Sama halnya kesempatan- kesempatan yang kuberikan padanya. Hingga permohonan itu selalu terungkap.
" cobalah bertahan, agar aku tahu masih ada secercah harapan, meski itu sulit"
Aku seperti ditarik kembali dari jurang keputusasaan. Dimana pergolakan batin melingkupi malam-malam yang kian gelap. Mendekati batas waktu itu. Bahkan tak ada lelehan di sudut mata, hanya helaan nafas dan istighfar. Kali ini adalah kesempatan terakhir baginya, sesudahnya akan tertutup selamanya. Tak peduli aku yang terkapar di dalamnya, atau dia yang kian tersungkur dalam kehampaan.

Thursday, July 15, 2010

BT Vs Bingung



Bismillahirohmanirohim....

Ketika cuaca yang tidak bisa berkompromi,saya mencoba dengan aktifitas yang tidak membosankan. Menulis adalah pilihan yang tepat. Dimana saya bisa bebas bermain dengan dunia kata-kata yang ingin saya rangkai. Entah itu berupa cerpen,puisi, atau sekedar curhatan pribadi belaka. Sejak kapan pastinya saya menyukai kegiatan ini, yang saya tahu, sejak kecil saya menyukainya. Semasa masih seragam merah putih, saya sudah punya diary usang hasil tangan seorang Ivonie kecil. Mau tahu seperti apa gambaran diary saya? Sisa kertas tanggalan yang sudah kadaluarsa saya gunting2 berkotak2, dengan ukuran sama rata. lantas sampingnya saya jepret staples dan di tutup dengan solasi putih, namun kertas.
Sesudah menyelesaikan ketikan novel yang masih mengijak bab ke 3. Tiba2 saya terserang virus bete lagi*halah..luar biasa dahsyat menghantam, secara saya benar2 merasakan kebetean ini. Mau apa2 rasanya malas menjerat saya. nggak tahu gimana menghadapinya. Padahal jelas2 laptop butut Alhamdulilah masih setia menemani. Musikpun terdengar syahdu*belum cukup.coba merebahkan diri*cuma miring kanan kiri.
Akhirnya coba ngadu sama satpam, berbagi cerita kebetean ini.Lha malah dsuruh tidur aja. Nggak bisa,saya bilang aja begitu. Ya sudah, saya kembali coba cara lain.Pelan2 agak berkurang betenya dengan baca"Novel".
Selesai dari kebetean saya disambut dengan mesra sikap bingung. Secara adik saya satu2nya tiba-tiba berkirim sms, begini kira2
Adik: Mbak pernah gak cerita ttg A*** sama bapak?
Saya: Hmm pernah kayaknya*agak lupa2 juga
Adik: respon bapak?
Saya: Biasa saja, mang kenapa?
baru setelah itu, menceritakan kisahnya dengan seseorang yang ingin dekat dan menjalin hubungan serius.Oh gitu rupanya, sedangkan saya sudah mengenal si calon itu, yang jadi masalah dan kebingungan saya. kata si adik, bapak enggan berkenalan dengan calon si adik. Saya bisa memaklumi sikap bapak, beliau berharap adik bisa konsentrasi kerja dulu, mengingat kisah yang terdahulu, bapak masih menyimpan kekecewaaan karena kegagalan adik dan calon yang dulu hanya masalah sepele. Padhal keluarga besar udah oke, bapak juga sayang dengan calon si adik. Tapi namanya bukan jodoh, apa boleh buat. Semuanya kandas, berusaha dipertahankan juga percuma.
Lha ini yang bikin saya bingung, mau kasih pengertian si adik tapi takut tersinggung dan akhirnya ngambek, tadi aja udah sempet begitu.Gimana saya bisa menjelaskan dan memberi pengertian pada adik. Coba minta saran ma solusi sama asisten, hiks sama gak tahunya juga.Hmm mungkin saya sendri yang berpikir keras supaya masalah ini lekas terseleasaikan.
Dua menjadi Satu...bete+bingung= klop

( Puisi) Lajur-Lajur Rindu

Bismillah...

Masihkah senyuman menyambar sudut bibirmu?
Saat pandangan di gerbang penantian
Mungkin, di antara deretan bangku kecemasan
Sedang lajur-lajur rinduku melesat dari hati
Masihkah ada di sana tentang lalu?
Terpilih di antara deretan lingkaran jari kehidupan
Sementara lajur-lajur rinduku menyentak nurani
Aku
Kamu
Pada satu yang sama
Di akhir jarak terpendek.

Hong Kong, 14 Juli 2010

Monday, June 28, 2010

Semangkok Bubur


Bismillah


Sayang...
Aku memandangi dengan takjub, semangkok bubur itu di dapur panas.
Oh iya, mana ada dapur yang sejuk ya. sesejuk apapun akan membaur dengan kepulan asap.
Aku terpaksa membuatnya karena senut gigiku kian meradang.
Dan maaf aku tak menuruti pesanmu untuk minum obat.

Semangkok bubur itu mengingatkanku pada gusi bengkakmu kemarin.
Astaga...aku nyaris memekik ketawa. tapi tidak jadi khan.
Aku justru terheran. Kenapa kau harus melengkapi penyakit turunan binti buyutan ini.
Semangkok bubur itu pun ingin kubuat untukmu.
Menemanimu menghabiskannya.
Ah, andai jarak itu tidak menjauhkan kita.

Semngkok bubur itu mengingatkan bagaimana kamu mentertawakan aku.
Padahal aku pun membyngkan mukamu seperti doraemon itu, karena gusimu yang bengkak ha ha. deal bukan!

Aha...semngkok bubur itu sudah tandas ke perutku sayang...
Kau harus memberiku hadiah, selain doa cepat sembuh. ^___^

Sunday, June 20, 2010

Surat Cinta dari Pohon

Bismillah...


Apakah ada malam yang tanpamu di sini? Aku baik-baik saja dalam pandangan semuanya. Tapi aku tidak baik andai kau lupa, di mana Tuhan menyatukan kita.
Bijih itu kau tanam diam-diam di tanah gersang yang kehausan. bahkan tak ada yang peduli menyiramnya, oh..melirikpun tidak!
Sekarang, kau rajin mengguyur air dari langit. Ia menumbuh pelan-pelan dengan caranya yang dahsyat. Menjadi batang yang padat. menjalar ranting-ranting kecil hingga rimbun daun memayungi tanah.
Tegak kokoh menantang garangnya matahari. dan tertunduk saat rembulan berbagi cahaya. Menelan mentah-mentah pekatnya malam.

Andai aku pergi, apakah kau akan bilang,"jangan" sekali lagi?
Aku pergi bukan meninggalkanmu. Percayalah! Aku butuh hanya butuh waktu untuk mellihatmu dari kejauhan. Apakah kau yakin? Apakah kau sungguh-sungguh.
Aku pun ingat pesan bapakku,
"Bila suatu saat kau mencintai lelaki, nduk. Cintailah lelaki yang tak hanya mencintaimu seorang, karena di situ akan tahu sifat aslinya bagaimana ia menghargaimu sebagai perempuan yang dilahirkan dari kedua orang tuamu."
Begitu pun pesan Ibuku, bahkan lebih dari bapakku karena ia perempuan yang mengandungku 9 bulan hingga jeritan tangis pertamaku.

Andai pun aku memilih, Apakah aku rela kehilangan semua yang aku dapatkan dengan kerja kerasku?
Aku ikhlaas, terkecuali kehilanganmu dan urat IMAN di batang kehidupanku.
DIA tahu segalanya
dan dia pun tahu yang tersimpan
Kamu tahu apa saja padaku

Tentang apaku, dia, kamu adalah rahasia Tuhan kita
Aku bertanya tanpa jawaban
Terkadang aku iya
Terkadang aku tidak

Tentang apaku di sketsa burammu
Kenyataan itu semanis teh yang kuseduh
Kenyataan itu sepahit empedu dalam cawan

Apakah aku berdosa?
Apakah aku berdosa?
Apakah aku berdosa?

Tentang apaku yang menjadi hilang
Kembali datang
Timbul tenggelam di pusaran waktuNya

Bila kau membaca ini, mungkin kau akan mengerut kening. Tapi aku yakin, kau lebih tahu tentang ini.
Oh iya, aku masih menunggu, bukan menekanmu. Ku bebaskan dalam batasan toleransiku.
Bila tetap tak yakin tinggalkan saja dan semuanya selesai.
Biarkan pohon itu tumbang, lebam membentur bumi dan jangan sekali pun kau mengasihaninya.
Dan ini, seperti lima terakhirku padamu....dan hanya isyarat kita yang tahu juga Tuhan kita.

Aku...
Aku...
Dan Aku...

Saturday, June 5, 2010

Doa, Luka dan Kita

Bismillah....

Selamat malam sayang...
Lelapkan kedua bola matamu nan letih
Rebahlah di pangkuan bumiNya bersama gemericik
Hujan tak harus menakutkan
Sesiang panas telah memanggang
Hingga luka hiasan di tubuhmu
Atas nama kemanusiaan pada si renta
Aku merapal segala doa untukmu
Dahulu, sekarang hingga esok tanpa pasti apa yang terjadi
Dalam jalan hidupku, hidupmu dan hidup kita

Selamat malam sayang...
Bertahanlah sejenak dalam balutan perih
Hingga esok Tuhan titahkan penyembuhnya
Selalu ada obat selain doa
Pada kita yang meminta harap...

Hong Kong, 5 Juni 2010 pkl:00.13 wkt setempat
*keluhmu adalah perihku*

Friday, June 4, 2010

Adu Jurus Dengan Bruce Lee




Waktu itu aku pergi liburan dengan teman-teman. Diajak ke salah satu tempat pariwisata di Hong Kong, tepatnya ke daerah The peak. Sebuah pegunungan di antara gedung beton penantang langit. Ke sananya harus naik Tram khusus dan lokasi relnya tuch menanjak banget. jadi waktu duduk serasa mau jungkir balik.
nah, waktu sudah di dalam gedung aku lihat banyak replika artis-artis Hong Kong dan salah satunya tokoh lengendaris kungfu Bruce Lee. Dan aku pun tertarik untuk berfoto ria, narsis kelas akut hehe.
Foto ini aku ikutkan dalam The Amazing Picture dalam rangka 1st BlogCamp's Anniversary . Cuma sekedar untuk penyambung silahturahmi dengan teman-teman blogger. Maklum, aku baru di komunitas ini meski bikin akunnya sudah lama.

Thursday, June 3, 2010

Maaf untuk Setengah Egoku

Bismillahirohmanirohim...


Selamat pagi sayang...
Ah, mungkin aku sudah terlambat menyampaikan padamu.Namun aku tak ingin melewatkan begitu saja. Matahari pun setengah mengintip malu-malu di balik awan mendung.Musim panas belum semurna datang dan akan mewarnai dan menemani hariku nantinya. Tak apalah, asalkan hatiku ingin cerah sebiru kasih ini.
Kau marah sayang? Oh..maafkan setengah keegoisanku yang sempat membuatmu memohon.Seharusnya aku punya pengertian seluas samudra tentang keadaanmu. Bukan mengedepankan inginku atas nama rindu.
Keletihan itu pasti telah menyiksa punggungmu di sepanjang jalanan. Tidak semestinya aku merajuk meski sedetik saja. Bukankah hari esok masih ada? Bila indahnya dunia masih milik kita dengan segala ciptaan-Nya.
Maka dari itu, ajarilah aku mengertimu seutuhnya sayang...jangan biarkan sifat egois itu menguasai hidupku dan kehilanganmu

Menjauhlah hai egois..
jangan mendekat pada jiwa perempuan ini
Atau akan menghancurkan segalanya
Tidakkah cukup pengertianya terhadapmu selama ini?
Pergilah hai egois...
Sejauh perempuan ini tak lagi menahanmu
Baik dalam hati mau pun sikapnya.

Maaf untuk setengah egoku sayang...

Tuesday, June 1, 2010

Di Gelang Rindu


Bismillahirohmanirohim.....

Waktu berlari mendekat dan bukan menjauh
Semua masih sama dalam bilangannya
Hati menanti dan bukan mencari
Semua tercatat dalam teks

Aku menanti pulang
Kau menunggu kembali
Dalam rasa yang sepadan
Untuk pengharapan yang kau lingkarkan
Di pergelangan hidup tuk kita jalani

Hingga artikan memberi
Bukan janji dan bukan ilusi
tetap melekat di gelang rindu

Hong Kong, 5 Mei 2010
* judul puisi di atas terinspirasi dari lagu penyanyi Malaysia yang dikirim seseorang, dimana rindu itu tak pernah pupus oleh rentang waktu*

Angka 3


Aku termenung mengamati barisan awan. Ada yang salahkah? Tidak! Masih aku ingat cerita tempo hari bersama Mila.
"Ra, kau percaya mitos tentang angka?"ujarnya menyita perhatianku yang sedang menikmati hadirnya senja di balik awan.
"Oh, tidak juga. Memang kenapa?" tanyaku balik menatap ekspresi Mila. Datar.
"Kata orang angka 13 itu sial. Benarkah?" .Aku tak mampu memberi analisa yang kuat. Maka hanya senyum dan bahu terangkat sebagai jawabanku. Orang Jawa. Ya, Jawa sangat kental dengan hitung-hitungan angka. Lihat saja, setiap hajatan,terutama mengenai pernikahan. Para orang tua akan sibuk mencari hari yang baik dengan hitungan angka dan pasaran. Terkadang, aku jengah mendengarnya. Apa sech hubunganya semua itu? Maka tak heran bila orang yang tak percaya mengatakan itu hanya mitor belaka. Semua hari dan angka adalah baik. Aku pun ingin bersikap demikian. Tapi ada hal yang sebenarnya mengusik pikiranku dan itu pun ada kaitanxa dengan angka.
"Li, boleh aku bertanya?".
"Ya, apa yang ingn kau tanyakan, Ra?".
"Berapakali kau mengenal perempuan sebelum aku?" tanyaku hati-hati. Aku pun pura-pura menyibukkan diri untuk mengendalikan gemuruh perasaanku. Menunggu jawabannya.
"Kenapa kau tanyakan itu?"tanyanya balik.
"Keberatan?".
"Tidak. Diam. Kami pun hening bersamaan.
"kau aneh, Ra,kenapa harus bertanya" bisik hati memprotes.
"Haruskah kujawab, Ra?"Ali balik bertanya. Aku mengangguk.
" Ke 3..."sahutnya ringan.
"Oh..."
***

" Kau bertanya itu,Ra?".
"Iya, apa salah?".
"Tidak. Tapi memang kau aneh." ujarnya tak mengerti sikapku. Jawaban Ali memberiku gambaran,bukan. Bukan aku yang pertama dikenalnya. Dan kenyataan yang ada adalah ketiga. Ketiga Zahra! Aku meyakinkan diri. Tak apalah, apa artinya pertama,kedua dan seterusnya. Itu khan hak dia. Aku harus bisa menerimanya. Sejak itu aku tak lagi memusingkan kepala dengan angka. Hingga Mila tiba-tiba bertanya mengenai mitos angka. Sungguh, aku tak pernah punya bayangan akulah yang ketiga hadir dalam hidup Ali. Aku tak perlu merisaukanya. Dan aku tak perlu kecewa. Tuhan punya rencana yang indah bila aku mampu mensyukurinya.
"Tidak ada yang salah Zahra mengenai posisimu!" hati kecilku selalu membela. Aku menutup lembaran masa lalu. Perih kesakitan itu ingin kubalut dengan obat kerinduannya.
"Aku pasti rindukan kau dalam nafas kehidupanku, Ra.". Aku tak membalas pernyataanya. Tidak perlu sekarang atau dia pun pasti tahu apa yang aku inginkan. Aku lelah dan benar2 di ujung lelahku. Menemukanya bagai oase di tengah Gurun Sahara. Meski telah kering, namun dia mampu menyiraminya. Ah, jangan dan jangan jadikan angka itu membelengguku. Aku hanya yakin, tiga adalah terakhir bagiku.

by: Ivonie Zahra
*Cerpen yg aku tulis di atas pesawat Garuda. 21 Juni '09 ketika pulang kampung. Terinspirasi dari percakapanku denganmu.

*gambar:gogling

Sunday, May 30, 2010

Kenangan Sesaat


Bismillah...

Kangen Dan Rindu Untukmu

Butiran air mata selalu menetes dipipi
Kau antar aku saat mau pulang
Kepergiaanku menyisakan kesedihan hati,
perih,sedih kurasa saat melangkah pergi.
Perpisahan ini sangat menyiksa hati
Kepiluan terasa saat aku di dalam pesawat
kuingat selalu kenangan-kenangan yang tercipta
Namun apalah dayaku, aku kini tlah pergi
Rasa kangen dan rindu jadi satu, wajahmu selalu membayang dikelopak mataku
Tersirat kilaf dan salahku padamu
Maafkanlah aku yang tlah meninggalkanmu
Bukan niatku tuk emnjadikan kita begini namun...
Dengarkanlah rintihan rinduku saat kujauh darimu
Rindukan aku dalam duka-dukamu
Kutermangu dalam diammu
Kau membisu dengan sejuta bahasa, kulihat tetesan airmatamu


Kutinggalkan sejuta kenangan
menggema di setiap malam saat tidur malamu bersua
kesedihan yang tersirat masih terasa jua
Oh...betapa sedihnya
Menetes lagi air mata ini
Ku tak bisa melupakanmu karena kebaikanmu
Ku menahan semua ini karena ketidakberdayaanku
Walau ku merasa tersiksa
namun ku masih bisa menahan semua
Merana tiada terkira
Terlalu dalam luka yang tlah kurasa
Tak pernah terlintas jua dibenakku
Kenapa kini menimpaku
Oh..takdir
Bukan kumenyesali tlah apa yang terjadi
namun kini tlah terjadi.

By: Yayuk Sulistyani


Puisi di atas aku dapat dari seorang teman perempuan. Saat itu aku satu pesawat dan duduk pas di sebelah, hanya saja terpisah oleh jalan tengah. Aku duduk tepat di belakang sendiri dekat dengan toilet dan juga ruang khusus pramugari menyiapkan pelayanan dari pihak penerbangan. Tepatnya di bangku 30...entah kenapa si bosku membeli tiketnya memilih angka itu atau memang tingga tersisa bangku di posisi tersebut. Ya sudahlah, tak apa yang penting saat itu aku bisa pulang kampung tepat hari Minggu. Agar pihak keluargaku lebih mudah menjemputnya, bahkan adikku bisa mengantarku ke bandara Hong Kong.
Dalam perjalanan, selama di pesawat aku lebih suka membaca buku ketimbang tidur, kecuali mataku memang sudah letih. Aku membuat jeda dengan memejamkan mata sebentar. Temanku yang di sebelah tampak murung dan tak ada kegiatan yang dilakukannya. Ia menatapku sekilas yang sedang tenggelam pada halaman-halaman buku. Melempar senyum sekilas yang dipaksakan. Aku menghentikan kesibukanku memelototi barisan kata-kata dalam bukuku. Membalas balik senyumannya, lantas ia mengajakku mengobrol. Aku pun melayaninya, menjawab beberapa pertanyaannya ini dan itu. Dan ternyata asal daerah dia masih tetangga kota denganku. Aku yang asal Blitar, sedang ia berasal dari Tulung Agung. Dia sempat menanyakan pula buku yang aku baca. Dan aku menceritakan hobi akut membacaku padanya. Aku pun mengambil lagi satu buku dalam tas yang tak terbaca dan menyodorkan padanya. Tepatnya sebuah buletien kreasi forumku selama ini yang menaungiku belajar menulis. Dia senang sekali menerimanya. tak berapa lama kemudian aku dan dia larut dalam bacaan masing-masing.

Saat sedang asyik membaca, ia bertanya padaku apakah punya selembar kertas? aku pun memberikan 2 lembar kertas yang aku sobek dari diary biruku. Lantas menyerahkan padanya.
"Aku mau bikin coretan sebagai ungkapan isi hatiku ya, mbak..." ujarnya padaku sambil memegang ujung pulpen.
"Silakan mbak..tulis saja apa yang ingin mbak tuliskan." Sahutku sekaligus menyemangatinya.

Dia sibuk menorehkan kata-kata di lembaran kertas. Aku memperhatikan sebentar lantas kembali membaca. Kemudian terlintas sebuah ide yang ingin aku tuliskan dalam perjalanan di pesawat, apalagi situasi sangat mendukung. Aku menatap keluar jendela pesawat, siluet senjanya begitu indah. Indah banget, tapi sayang aku tak bawa kamera digital. Hanya ada hape tapi aku nonaktifkan. Di sela-sela menulis aku merayu si mbak di sebelahku untuk memotretnya. Dan ia tak keberatan. Tentu saja aku senang sekali meski tak memilikinya, ia cuma berpesan nanti kalau bisa bertemu lagi denganku akan memberikan hasil cetaknya padaku.
Aku hampir menyelesaikan cerita yang aku tulis tadi, kemudian ia menyerahkan hasil coretannya padaku.
"Aku kasih kamu ya, sebagai kenangan dan kamu boleh menyimpan atau menuliskan di blogmu." ujarnya tersenyum
"Terima kasih ya mbak. Insya Allah nanti aku simpan dech diblogku atau kalau tidak aku kirim ke media di Hong Kong, biasa aku mengirimkan puisi-puisiku." Sahutku senang hati.

Aku tak tahu puisi di atas itu untuk siapa dan tak sempat menanyakan padanya. Tapi aku sangat senang diberi kepercayaan untuk menyimpan buah pikirannya dalam bentuk puisi, padahal kami baru kenal sesaat dan dalam perjalanan pulang kampung untuk cuti kerja. Apa

Saturday, May 29, 2010

Menulis


Bismillah...


Aku telah menulis sayang...
Di sempurnanya senja datang
Merumpun kata dalam rerimbun daun cerita yang kan kita kenang
Ketika malam mengurai sunyi dan pekat
Dibacakan ulang cerita yang kutulis itu
tuk di dengar bulan di lengkung langit
Di rekam kedipan kejora dari balik gumpalan awan...

By: Ivonie Zahra

Hong Kong, 28 Mei 2010

Friday, May 28, 2010

Sepatu Biru

Gadis bekerudung hitam itu berjalan sambil membawa belanjaan. Berdesakan dengan pejalan kaki lainnya. Seusai belanja yang sebagai tugas rutinnya, ia akan membeli sesuatu di tempat lain.
Udara dan suhu panas membuatnya berkeringat. Belum lagi jilbab hitam yang membungkus ombak hitam helai demi helai, menambah produksi keringat kian meninggi. Bukankah warna hitam mudah sekali menyerap sinar matahari? Ia tak memperdulikan itu.
Tentu saja, karena dia sudah terbiasa dengan kain hitam di kepalanya sejak sekolah di bangku SMEA.
Zahra, nama gadis manis bermata sendu. begitu teman-teman menilainya setiap ia bersitatap dengan teman baik lelaki mau pun perempuan. tapi seketika itu pandangannya akan tertunduk karena tak ingin orang membaca pikirannya lewat bola mata sendunya.
Zahra berhenti di pinggir jalan, tepatnya dekat penyeberangan jalan. menunggu tanda lampu berganti yang menandakan pejalan diperbolehkan menyeberang jalan.
Ia mengamati deretan toko yang semarak di sisi-sisi jalan. Belok kanan dan melangkah menuju sebuah toko sepatu yang di kerubuti banyak perempuan-perempuan berkulit putih bersih dalam balutan baju musim panas. Pundak terbuka dan paha jenjang yang mulus.
"Ah, iya..sepatu lamaku sudah hampir masuk tong sampah nech." gumamnya sendiri di depan toko tersebut. Sambil tetap mengamati beragam bentuk dan warna sepatu.
Bola mata Zahra tertuju pada sebuah sepatu berwarna biru yang langsung memikat hatinya.
Memungutnya dari kotak yang menampung model sepatu lainnya. Ia menimang-nimang bentuk dan varian pernak-perniknya yang simple. Mencobanya sejenak untuk memastikan sepatu itu pas dengan ukuran kakinya serta merasa nyaman. Zahra suka sepatu tanpa hak karena itu akan merepotkan gerak jalannya lebih cepat.
"Bibi, berapa harga sepatu ini?" tanya Zahra akhirnya usai pertimbangakan sepatu itu menurutnya.
"Lima belas dollar Hong Kong untukmu saja, Nona.." Sahut seorang perempuan paruh baya itu ramah. Zahra masih menimbang lagi.
"Murah sekali dan cantik..." Batinnya seusai mendengar harga sepatu itu.
Ia tak perlu waktu lama lagi untuk menginginkan sepatu itu.
"Baiklah, berikan pada saya dan ini uangnya." Balas Zahra sambil menyerahkan lembaran kertas warna biru mata uang Hong Kong. Penjual itu lantas membungkusnya untuk Zahra sekalian menyerahkan kekembaliannya. Zahra menerima uluran bungkus hitam yang di dalamnya terdapat sepasang sepatu biru. Zahra pun berbalik dari toko itu menenteng tas plastik berisi sepatu dan tersentum puas.

By: Ivonie Zahra

Thursday, May 27, 2010

Salam Pagi


Bismillah....

Sayang...
Salam pagimu, menyampaikan kerling di sudut mendung
Sisa malam yang kunanti di balik rimbun awan
Mengaduh keluh tentang rindu cahaya bulan.
Berkawan kedipan kejora yang tertawan labirin pekat
Mengeja semesta pada sunyi sendirian
Hingga tergantikan senyum matahari yang sembunyi
Matahariku tetap matahariku untukmu...

Hong Kong, 27 Mei 2010

Tuesday, May 25, 2010

Mawar Yang Aku Tinggalkan







“Aku ingin ketemu!” ujarnya keras.
“Maaf, aku sedang sibuk. Lain kali ya,”
“Tidak! Pokoknya sekarang, titik!” rajuknya tak bisa dicegah.
“Aku nggak bisa!”
Klik. Aku matikan ponselku tanpa mengucap sayang seperti biasanya. Sungguh, aku kesal dengan kemauanya. Tidak hanya sekali ini saja dia bersikap demikian. Di mana rasa pengertiannya? Mau menang sendiri! Egois di kedepankan.
***
Aku sudah berusaha menjadi yang terbaik baginya. Ya. Dia memang gadis yang cantik, menarik. Selarik alis bagai bulan sabit terbalik bertengger di atas kelopak matanya yang sempurna. Lelaki mana pun akan tergoda melihatnya. Pesonanya mampu menyihir dan membuat hati bertekuk lutut di hadapannya. Aku mengenal secara tidak sengaja di depan sebuah salon tak jauh dari tempatku tinggal. Hilda namanya, gadis asal Jakarta yang sama-sama merantau di negeri Jiran ini sepertiku. Dan pada akhirnya aku menjadi akrab dengan dia. Gayanya yang supel dan pemberani, sangat mudah membaur dengan siapa saja. Termasuk denganku. Dia sering melihatku bermain musik di setiap pertunjukanku pada sebuah café.
“Penampilanmu keren Kak Arman!” pujinya setelah aku membawakan sebuah lagu.
“Thanks, biasa aja kok Hil.” Aku memilih merendah. Senyum mengambang dari bibirnya yang bisa aku katakan seksi.
Biasanya setelah aku manggung, aku mengajaknya jalan-jalan ke taman atau tetap nongkrong di café tersebut. Menikmati segelas jus atau cappuccino. Dari hari ke hari kian dekat saja. Ledekan teman-temanku sering mengusili.
“Awas ada yang lagi jatuh cintrong euy!” teriak Rudy bikin heboh kost-an.
“Jangan berisik!” sahutku mengacungkan kepalan hendak meninjunya, namun dia keburu melarikan diri.
“Oeiiiii……..oeiiiiii….Arman jatuh cintrong tuch!” teriaknya menjadi-jadi sambil berlarian kayak orang kebelet aja. Aku berusaha mengejarnya, jadilah saling berkejar-kejaran ibarat kucing dengan tikus.
Di sebuah senja yang menawan Hilda meneleponku.
“Kak, nanti malam ada acara gak?” tanyanya dengan nada dilembutkan.
“Nggak ada. Emangnya kenapa Hil?” aku bertanya balik dengan kerutan di dahi. Ada apa gerangan? Gumam hatiku.
“Datang ke café biasanya ya? Mau khan?” rajuknya manja.
“Iya. Aku akan datang. Memangnya ada acara apa?” masih juga bertanya.Penasaran.
“Pokoknya ada dech!” sahutnya lantas mengakhiri pembicaraan. Aku terbengong setelahnya.
Selepas Isya aku berdandan lebih rapi. Teman-teman selalu mengodaku lagi. Biarlah! Peduli amat dengan omongan mereka Amat aja gak peduli he..he..Aku memilih kemeja gaul. Yach, namanya juga diajak ngedate. ups! Dari mana nech kata, kok bisa-bisanya aku jadi sok romantis. Padahal aku memang romantis sech. Cuman aku tak perlu mengumbar sisi romantisku secara berlebihan. Nantinya aku dibilang lelaki penggombal. Alamaak! Janganlah. Aku lelaki baik-baik yang mendamba cinta sejati.
Untuk urusan penampilan, aku tak ketinggalan gaya zaman sekarang. Selalu up to date, meski kadang harus menghabiskan gaji bulananku. Harap dimaklumi setiap aku naik panggung penampilan selalu trendy. Makanya aku selalu jadi bahan gosip gadis-gadis yang melihat aksi panggungku. Arman gitu lho!
Di depan sebuah café, sesosok gadis yang memukau telah menunggu. Duh, masa aku lelaki tak bisa sedikit lebih displin dari dia. Malu juga bila dibilang lelaki karet---waktunya. Dia menyambutku dengan senyum yang membuat jantungku serasa mau copot. Amat menawan.Tidak seperti pertemuan biasanya, kali ini tiba-tiba aku dilanda nervouse. Padahal aku sudah biasa menghadapi banyak gadis-gadis. Tapi kali ini benar-benar lain.
Hilda menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman. Dia mengajakku masuk, namun aku dikejutkan dengan sikapnya. Hilda menggandeng tanganku selayaknya sepasang kekasih yang sedang dilanda asmara. Deg! Jantungku terpacu lebih cepat dari biasanya. Terus terang, sikapnya memang benar-benar berani. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh gadis yang aku kenal. Tapi aku mencoba berpikir positif. Atau jangan-jangan dia sedang mempertontokan diriku pada teman-temannya.
Kini giliran aku yang mendominasi keadaan. Aku mengajaknya memilih salah satu kursi yang ada di sudut ruangan. Kesannya memang romantis. Aku mempersilakan Hilda duduk, sungguh seperti adegan-agedan di film-film yang aku tonton. Seorang lelaki dewasa nan romantis menarik kursi dan mempersilakan.Hilda? Seperti seorang Putri saja.
“Mau minum apa, Hil?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Apa aja Kak!”
“Ya, apa? Sebutin gitu-lah!” protesku.
“Hmm..cappuccino aja dech.” Sahutnya malu-malu. Aku memanggil seorang waitress untuk melayani pesananku. Selagi menunggu tiba-tiba Hilda beranjak menuju panggung yang tersedia. Yang biasanya tempat aku beraksi. Aku hanya terbengong di kursiku. Tak berapa lama suaranya menggema seantero café. Aku tersipu menatapnya. Apalagi yang akan dia lakukan untukku. Petikan gitar terdengar nyaring, gebukan drum mulai berdentum seirama. Suara Hilda mengalun sehalus beledu. Menyanyi untukku? Aku terkejut dengan aksinya yang tak terduga ini.Lirik lagunya menandakan sebuah ungkapan isi hati. Ini kah kejutan yang dia siapkan untukku?Menembakku dengan sebuah lagu? Betapa bodohnya aku yang tak memahami sinyalnya selama ini.
Usai menyanyi, suara tepuk tangan pengunjung café terdengar riuh sebagai wujud apresiasi aksi Hilda.Luar biasa! Aku menatap pipinya merona merah. Khas gadis sedang menahan malu. Aku mengucapkan terima kasih atas apresiasinya. Aku tak menyangka Hilda bisa melakukan itu untukku. Dan tak aku pungkiri benih-benih itu mulai tumbuh.Aku Jatuh Cinta!
Sejak saat itu, bisa dibilang kami jadian---istilah seorang gadis dan lelaki menjalin hubungan yang istimewa. Hari-hariku terisi oleh kehadiranya. Terkadang aku memintanya menemani sebagai backing vocal grupku. Lengkaplah kebahagiaanku. Ada gadis yang tertambat di hati. Pelipur di kala hatiku resah menjalani roda kehidupan. Menjadi tempat aku berkeluh kesah. Hilda pun sama bahagianya denganku. Harapannya melambung memiliki aku yang seorang vokalis grup band. Dan aku beruntung bisa memiliki gadis secantik dia. Ibarat mawar yang sedang terkembang.
Akan tetapi sebuah hubungan ini pastinya punya arah. Tapi kenyataannya, seiring waktu banyak hal-hal yang aku tahu tentang kepribadiannya. Keras kepala, manja berlebihan dan mau egois tak tertandingi. Aku sempat kewalahan menghadapinya. Mencoba mencari solusi saat pertengkaran harus terjadi. Hingga puncak dari keadaan ini, aku memutuskan meninggalkannya. Aku utarakan baik-baik keputusan ini. Aku tak bisa lagi bersamanya. Dia menangis tersedu-sedu mendengar penuturanku. Meski sempat meminta kesempatan padaku, namun aku telah bulat. Aku memilih untuk sendiri saja, mengobati luka tak terperi ini. Masa bahagia itu hanya menjadi lumbung kenangan. Lambat laun aku harus melupakan meski tak semudah membalik telapak tangan. Aku butuh waktu untuk itu. Dan aku akan bertahan hingga aku menemukan sesorang yang akan membantuku bangkit dari keterpurukan ini.
Teman-teman menyayangkan sikapku meninggalkan Hilda. Gadis secantik itu harus terluka. Aku pikir tidak hanya dia yang terluka, tapi aku juga. Aku tak bisa menjalani dengan sikapnya seperti itu terus-menerus. Aku pernah meminta sedikit saja pengertian darinya. Tapi malah dia yang selalu menuntut perhatianku secara membabi-buta. Aku lelah. Lagi pula aku mendamba seseorang yang bisa membuatku lebih baik dalam segala hal. Bukan malah sebaliknya.
Enam bulan kemudian…
Aku tak sengaja mengenalnya. Berawal dari sapaanku yang biasa. Aku mengenal gadis berjilbab yang memikat hatiku. Luka lama itu tak lagi mengoyak. Dia sempat memprotes fotoku yang terpajang di ruang mayaku. Ah, sangat perhatian! Gadis seperti dia-lah yang aku cari selama ini. Namun sungguh di luar dugaan. Ketika aku menyatakan perasaanku dan memintanya menjadi kekasihku. Dia menolakku mentah-mentah.
“Dalam agama tidak ada istilah PACARAN!” tegas dilontarkanya.
“Memang kenapa?” desakku meminta alasan.
“Pokoknya tidak boleh!” masih mempertahankan pendapatnya.

Sejak itu aku tak lagi berani mengungkit-ungkit mengenai pacaran. Aku belajar memahami sikapnya. Keras kepala untuk kebaikan. Namun bukan Arman namanya kalau masalah segini saja menyerah.Tidak! aku menginginkannya. Tak akan aku lepas selagi mampu menakhlukan hatinya.Bisa? harus bisa.Caranya? Akan aku ikuti kemauanya.Cinta tak harus membutuhkan status formal.Dan, ah mawar-ku aku telah meninggalkannya.Cinta kita berbeda, dan kini cinta yang kudamba ada dihadapan mataku.

By: Ivonie Zahra

Cerpen yang aku tulis ketika waktu mengantarkan aku mengenalmu. Mungkin, kau lupa ataukah masih ingat? sebuah pernyataan yang aku simpan di batok kepala hingga kini.
"Aku tidak mencari pacar, tetapi pendamping hidup sama halnya denganmu..."
Sedangkan cerpen ini terinspirasi dari seseorang yang membuatku terpuruk dan Tuhan mengirimmu untukku saat itu.

Monday, May 24, 2010

Senja

Terpukau.Menatapnya dikejauhan bola pijar itu tenggelam meninggalkan siluet.Dan aku rindu menantinya esok.

Fiksi mini ini aku ikutkan lomba di sini,http://akubunda.wordpress.com/2010/05/16/wi3nda/

Sunday, May 23, 2010

Ada dan Tiada

Bismillah....

Aku tak perlu menyalahkan waktu
Adamu dibagian tiada duga
Antara datang di sela-sela lelah menyuguhkan senyum

Aku tidaklah kalah di medan hati
Adamu tetap di sisi tiada tergantikan
Seperti katamu, ketika keluhku jadi senandung hadirmu
"Dan kau yang terkuat"

Aku tak ingin meresah pilu
Adamu selalu di saat tiada henti menahan laju rindu
Dan aku tak sanggup berpaling muka menatapmu kembali terpuruk
Seperti katamu, ketika langkah hendak menyerah di titik semu
"Hanya kau satu-satunya semangatku bertahan"

Ada dan tiada adalah bagian yang kita lewati
Di jalanan terjal
Berliku penuh onak duri serta cercaan
Di persimpangan menentukan arah bijak kita pilih...

Ada dan tiada menjadi rahasiaNya kemudian hari...
Aku ada
Kau tiada
Kita akan berdiri sama dihadapanNya

Hong Kong, 22 Mei 2010

Saturday, May 22, 2010

Kita Tak Bisa Sembunyi


Rentang waktu tlah membungkus lukaku
pada jiwa yang ringkih
Mengarak hati jauh dari lingkaran lara
Berteguh dalam keyakinan jalan suatu saat.

Mungkin, kita tak pernah lelah mencarinya seperti katamu,
"Aku menyukai kemungkinan dalam hal terkecil sekalipun,
Seperti semut yang pergi ke luar angkasa"
Pada waktu yang berjalan jauh nanti.

Mungkin, memberi kita kesempatan sekali lagi
Membuka lembaran baru di pelataran cintaNya
Bersama kuncup melati terangkai rapi
Menjuntai elok di atas selembar kerudung putih atau biru perlambang haru
Merebak wangi hingga relung hati
Pada akhirnya, aku mengikat diri dihatimu dalam perjamuan agungNya.
Takdir menghalalkanku bagimu
Karena kita tak bisa sembunyi dari itu....

Hong Kong, 7 April 2010

Thursday, May 20, 2010

Masih Di Tepian Senja


Aku masih di sini duduk manis menunggunya seperti dulu. Berharap Ia lekas kembali dan menyapaku dengan salam dan panggilan mesra.

"Apakabar sayang..." sapaan Abent seraya mengecup keningku. Dan aku menyambutnya dengan hangat serta mengambil alih tas kerjanya.

"Kenapa terlambat?" tanyaku memasang muka manja dan mencium takzim tangannya.

"Maaf, jalanan macet, Julie. Sungguh...!" sahutnya meyakinkan.

Aku berlalu ke dalam meletakkan tas kerja di ruangannya. Menuju ke dapur dan menyeduhkan secangkir kopi bercampur creamer hangat kesukaannya. Aku kembali ke ruang tengah seraya menyerahkan secangkir kopi buatan tangan mungilku.

"Terima kasih sayang...." ujarnya menyambut cangkir dengan senyum merekah. Pelan-pelan diseruputnya cairan kental kecoklatan dengan nikmat. Dan aku menemani di sampingnya.

"Beraroma Surga..." puji Abent selalu begitu.

"Di mana letaknya?" tanyaku keheranan kata-katanya sering membingungkanku.

"Pada hasil akhir karena buatanmu." sahutnya kembali menyeruput kopi. Aku hanya menunduk dan tersipu malu.

Abent, lelaki yang berhasil meluluhkan kekerasan hatiku berjalan menuju kamar. Ups! Aku hampir lupa menyiapkan baju gantinya setelah mandi. Buru-buru aku menyusulnya.

"Maaf, hampir lupa sayang.." ujarku sambil membuka lemari. Tangan memilah-milah baju. Kemudian aku kembali ke ruang tengah mengambil remote TV. Aku bosan dengan acara yang ditampilkan saat ini. Sangat membosankan. Tak ada kreatifitas baru yang bisa disuguhkan. Berkali-kali mengganti chanel program acaranya tak jauh berbeda. hanya kemasannya saja yang dirubah. Tak berapa lama Abent sudah selesai dan menghampiriku.

"Kenapa?" Tanyanya membaca aura mukaku yang keruh menatap TV. Ia duduk di sampingku, tanganya bergelayut mesra di bahu.

"Sangat membosankan!"

"Begitulah media kita sekarang sayang." ujarnya menanggapi keluhanku.

Aku beranjak dari sofa.

"Mau kemana?"

"Abent! kau lupa janjimu?" cercaku mengeryitkan dahi.

"Apa sayang?" tanyanya tak bersalah. Aku kembali membalikkan badan menatapnya terkejut dengan pertanyaannya.

"kau sudah janji menemaniku menikmati keindahannya di tepian senja di balkon rumah kita khan," jawabku mengingatkannya.

Astaga! Abent menepuk keningnya sendiri. lalu segera bangkit dan menggandengku menuju balkon. Sesekali jarinya usil memencet hidungku nakal. Kebiasaan yang entah kapan dimulainya.

"Maafkan aku, Julie." mohonnya ketika telah sampai di balkon.

Sungguh aku tak bisa marah pada Abent. Lelaki yang terkadang manja ini pintar merebut hatiku. Bahkan satu-satunya lelaki yang menahlukkan prinsipku saat itu.

"Aku akan menikahimu, Julie." ucapnya tiga bulan yang lalu di tepian senja pula.

***

Waktu telah menyempurnakan segalanya. Tak terasa tiga tahun aku bersamanya. Menjalani kehidupan rumah tangga yang indah. Dulu, aku terbiasa memanggil namanya langsung, meski jelas-jelas Ia lelaki halal bagiku. Aku tak harus selalu memanggilnya dengan sapaan mesra. Sisi romantisme tak perlu aku hambur-hamburkan sejak awal pernikahan. Itu keinginanku dan Abent tak tersinggung atau marah. Itu salah satu konsekuensi dari pilihannya untuk menikahiku.

Aku masih di sini menunggunya dengan setia. Tapi aku tak lagi sendirian. Ada bidadari kecil di pangkuanku yang menjadi anugerah-Nya. Wajahnya yang polos selalu membuatku rindu untuk mendekapnya. menimangnya mesra sambil menceritakan apa saja yang aku lihat. termasuk keindahan teja di tepian senja. Buah hati pertamaku bersama Abent yang kami beri nama Nesya. Aku ingin kelak ia tahu. cinta kami padanya begitu besar setelah penantian tiga tahun yang melelahkan. Dan aku ingin ia tahu, sebelum ia ada di antara aku dan Abent, selalu bercerita tentang masa depan di balkon rumah kami. Menyiapkan nama untuknya. Sesekali diselingi perdebatan ringan. Aku ingin nama yang kini ada padanya.

"Aku suka nama Nesya, Abent!" usulku tegas.

"Iya dech. daripada kamu cemberut terus kalau tidak aku turuti."goda Abent membuatku gemas.

Sifatku dengan Abent saling melengkapi. Aku sangat keras kepala, sedang Ia penyabar. Aku lebih sering ingin begini dan begitu. tapi tetap saja meminta pertimbanganya. dan dia kan selalu menyetujui demi aku.

"Ah, betapa beruntungnya kau, Julie." bisik hati kecilku. Aku dan Abent sepakat membesarkan Nesya dengan pondasi agama nomor satu. Lainya itu terserah Nesya kelak ingin menjadi apa yang dicita-citakannya. Dan aku mengajari Nesya untuk memanggil Abent dengan sebutan "Ayah Abent" bukan papa. Lagi-lagi aku suka aksen itu.

***

Waktu yang paling menjadi favoriteku tetap di sini, di tepian senja menunggu Abent dengan bidadarinya. Aku menatap Nesya seraya berbisik lembut di telinga mungilnya.

"Nesya, ayah pulang sayang..." Ia akan membalasku dengan senyuman menggemaskan. Bertiga, aku dan Abent bercerita bersama untuk Nesya.

"Kami mencintaimu, Sayang..." bergantian aku dan Abent mencium pipi montoknya. Tak lupa Abent mencium keningku mesra.

"Terima kasih, Julie sayang. Dia dan Kau kebahagianku selamanya.." ujar Abent bersungguh-sungguh.

HongKong, Di tepian Senja 2 November 2009



* Aku persembahkan kepada semua yang menggagumi senja.

Wednesday, May 19, 2010

Ceroboh

Bismillahirohmanirohim...

Sepertinya sifat ini masih saja melekat padaku. Masalahnya tidak hanya sekali dua kali, bahkan sering kali terjadi. Entah itu karena kesengajaan atau tanpa sengaja. Bayangkan saja, setiap musim hujan tiba aku selalu direpotkan harus membawa payung ketika belanja.Saat singgah ke sebuah toko, mau tidak mau payungnya harus aku taruh di emperan dan memasukkan dalam wadah yang sudah disediakan pihak toko. Nah, giliran transaksi di toko selesai dan kebetulan hujan sudah reda. Aku dipastikan melenggang begitu saja dari toko. Tersadar justru sudah hampir sampai rumah. Itu pun setelah merasakan ada sesuatu yang ganjal tak lagi menenteng sesuatu. Payung ketinggalan. Alamak.....aku harus ngibrit seribu langkah untuk mengambil payung tersebut. Memastikan payung masih aman atau sudah diembat orang. Tapi terpikir olehku, payung jelek saja siapa bakal melirik, terkecuali yang bawa he he..
Alhamdulilah...payungnya memang masih utuh ditempat. Dasar ceroboh!

Begitu pun tentang kejadian kali ini. Aku ceroboh memposting ulang sebuah tulisan di rumah maya lainnya. Dan tulisan itu menjadi permasalahan antara si penulis denganku. Bukannya gak boleh sech di posting ulang. Hanya saja tulisan itu khusus dibuat untukku dan tidak sembarangan orang boleh mengaksesnya (mungkin) :((
Tentu saja aku harus menghargai hasil kerja keras si penulis.Ugh...ceroboh yang bisa mengakibatkan hal yang fatal. Hiks..sempat meminta maaf sama si penulisnya. Dan aku berjanji akan menghapusnya, karena seseorang sudah berhasil mengakses tanpa ijin, maksudnya secara tidak sengaja membaca tulisan itu dari dua tempat yang berbeda namun mengetahui satu sumber yang sama.
Ingin marah dengan orang yang membaca itu? Jelas tidak mungkin donk. Ini khan jelas murni kecerobohan dan kesalahanku.
Dan hari ini aku benar-benar menghapusnya meski sempat terbaca beberapa kontakku di rumah maya tempatku memposting.
Pelajaran nomer ke berapa ya? Pastinya, aku harus berpikir ulang untuk melakukan sesuatu hal agar tidak menysal dan melakukan kecerobohan lagi. Apalagi berkaitan dengan privasi.
Semoga si penulis tak kapok membuat tulisan untukku lagi..Amin ^_^

Tuesday, May 18, 2010

Kita

Bismillah...

Malam merambat pasti hingga tengah. Hati masih menanti kabar di sana. Adakah kau baik-baik saja? Atau kerikil yang terlindas kulit hitam ban depan menjadi penghambat laju?
Jangan mengulur alasan terkecuali aku yakin terhadap keadaan.

Ketika ucap pamit menyertai pergi, ada mata basah, hati nelangsa bercokol sempurna. Tiada daya menepis seujung kuku sekalipun.
Namun kedatangan mampu menyerap sendi-sendi bahagia, ada binar sorot mata, rekah senyum di antaranya.

Aku cinta kau, ini cinta kita...
Kujaga kau dalam desah doa...

Monday, May 3, 2010

Ya Sudahlah, pada senandung hati

Artist: bondan prakoso & fade 2 black




Ketika mimpimu yg begitu indah,
tak pernah terwujud..ya sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu,
dan tak pernah sampai..ya sudahlah (hhmm)

Apapun yg terjadi,
ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY :)

yo..

Satu dari sekian kemungkinan
kau jatuh tanpa ada harapan
saat itu raga kupersembahkan
bersama jiwa, cita,cinta dan harapan

Kita sambung satu persatu sebab akibat
tapi tenanglah mata hati kita kan lihat
menuntun ke arah mata angin bahagia
kau dan aku tahu,jalan selalu ada
juga ku tahu lagi problema kan terus menerjang
bagai deras ombak yang menabrak karang
namun ku tahu..ku tahu kau mampu tuk tetap tenang
hadapi ini bersamaku hingga ajal datang

Sempat kau berharap keramahan cinta,
tak pernah kau dapat..ya sudahlah

yeeah..dengar ku bernyanyi..lalalalalala
heyyeye yaya
dedudedadedudedudidam..
semua ini belum berakhir

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY
satukan langkah..langkah yg beriring!
genggam hati, rangkul emosi!

Genggamlah hatiku, satukan langkah kita
Sama rasa, tanpa pamrih
ini cinta..across da sea
peluklah diriku..terbanglah bersamaku,
melayang jauh.. (come fly with me, baby)
Ini aku dari ujung rambut menyusur jemari
sosok ini yg menerima kelemahan hati
yea..aku cinta kau..(ini cinta kita)
cukup satu waktu yes.(untuk satu cinta)
satu cinta ini akan tuntun jalanku
rapatkan jiwamu yo tenang disisiku
rebahkan rasamu..untuk yg ditunggu

BAHAGIA..HINGGA UJUNG WAKTU..

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY .



-----------***------------
Sejak awal mendengarkan lagu ini, aku sangat menyukainya. Sama halnya dengan lagu sebelumya yang berjudul "Kau Puisi" , kiriman seseorang yang mewakili senandung hati. Dan benar saja, aku makin jatuh hati pada lirik dan arasemen lagu-lagu Bondan Prakoso cs. Meski aku tak tahu banyak dunia band, hanya pernah dekat dengan anak-anak band yang berkecimpung di dalamnya. Salah satu dari mereka hampir menjadi bagian dalam hidupku. Ah, tapi Tuhan memang tidak mentakdirkan bersamaku dan jadi masa lalu saja.

Lagu ini seringkali menjadi soundtrak, ketika aku sedang tenggelam di dunia kata-kata...menulis. Menjadikan bagian semangat padaku selain dukungan dia. Dan aku tak pernah bosan memutarnya berulang-ulang.
Yeah, i like this song because of you dear...^_*

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..

coz everything's gonna be OKAY

Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..

coz everything's gonna be OKAY