........................SELAMAT DATANG DI BILIK KECILKU......................

Saturday, November 27, 2010

Dia Pencemburu Dan Aku Putri Ngambek

Dia duduk tepat di depanku, hanya dibatasi sebuah meja. Sorot tajam matanya menelanjangi diriku yang salah tingkah. Entah, apa yang ada dalam pikirannya tentangku. Menatapku begitu dekat tanpa sekat ruang khayalan lagi.
“Hentikan tatapanmu!” rutukku dalam hati tanpa berani terlontar. Aku menunduk semakin dalam. Tak akan aku biarkan dia seenaknya menatapku tanpa meminta izin. Menikmati seraut wajahku yang entah berupa apa.
Diam dalam pikiranku sendiri. Dulu, aku mengenalnya begitu angkuh. Menyapa sekedarnya pun tidak. Hanya menampilan sepatah dua patah kata yang membuatku berkerut dahi. Sikapku? Sama cueknya. Ya, aku sebenarnya mendapat julukan si perempuan jutek, itu pun kalau waktuku di usik tidak pada tempatnya. Siapapun akan mendapat semburan omelanku yang membuat telinga merah.
Namun perlahan atau apalah alurnya. Aku dan dia menjadi dekat hanya karena ulah manusia tengil. Mungkin, kalau tak ada peristiwa yang membuatku mendengus kesal. Dia tak akan sedekat ini denganku.
“Terbuat dari apa hatimu dulu?” tanya pada diriku sendiri. Seperti tak percaya saja, pada akhirnya dia mampu terbuka padaku.
“Sudahlah, Nie…lupakan saja semua tentang dia. Kalau kamu ingat terus akan membuatmu tak bisa lupa padanya dan sakit terus.” Nasehatnya kudengar sambil tersenyum kecut.
“Bagimu mudah berkata begitu, An.” Sanggahku sengit. Ah, aku mungkin terlalu ketus padanya. Sosok yang aku kenal beberapa bulan namun akhir-akhir ini saja menjadi lebih dekat dan akrab.
“Oh, maaf kalau kamu tidak suka dengan kata-kataku. Sebagai teman aku hanya bisa mengingatkan demi kebaikanmu.” Ujarnya kemudian.
Teman? Ah, kita berteman berapa lama, An?
***
hari terus berputar silih berganti nama. Senin berujung pada Minggu, selalu begitu. Terkadang otak bandelku ingin menyalahi aturan itu.
“Kenapa tidak awal itu hari Kamis dan ujungnya menjadi Jum`at?” sungguh ide sangat konyol bukan. Aku pun tak pernah menemukan jawaban untuk hal itu. Apalagi menjadi kenyataan, yang ada aku tergelak-gelak dengan otak bandelku.
Memoriku kembali padanya. Sudah lama tak lagi aku mendengar kabarnya. Hingga suatu hari dia datang mengejutkan aku.
“Hai, Nie…Apakabar?” sapanya ramah. Ya ya…sikapnya mulai melunak tak secanggung dulu.
“Hmm…baik, An. Tumben bertanya kabarku. Kupikir kamu sudah lenyap tertelan bumi yang angkuh ini?” Angkuh seperti awal kita jumpa batinku.
“He..he…aku…” menggantung.
“Kamu kenapa?” Apa peduliku ingin tahu begini.
“Aku kangen kamu, Nie.” Jawabnya kemudian.
Hening. Dahiku berkerut heran.
“An, sejak kapan kamu punya kata itu dalam hidupmu selama mengenalku?” tanyakulebih aneh. Bukan kegirangan karena dia merinduku.
“Sejak aku punya kata itu untukmu.”
Aku bungkam dalam senyum.
***
Waktu makin mendekatkan dia padaku. Berbagi cerita tentang indahnya rangkaian kalimat. Dia penyuka dunia tulisan sepertiku. Tapi beda pengungkapan saja. Aku lebih sederhana dan dia lebih rumit. Tapi nyatanya aku dan dia selalu menemukan ujung jalan obrolan sederhana sekalipun. Hingga aku menyadari ada sesuatu yang disembunyikan padaku.
“Kamu jadi lebih perhatian padaku, An?”
“Tidak boleh?”
“Bukan begitu. Aku perlu alasan tentunya? Tanyaku basa-basi.
“Penting bagimu?”
“Sangat.”
“Ah, tidak perlu aku jelaskan. Baca saja dari mataku, Nie.” Jawabnya enggan terus terang.
“Bisakah tidak membuat rumit, An?” pintaku memohon.
Tak pernah ada jawaban hingga semua menjadi begitu indah bagiku juga dia.
***
Dalam satu hati ada cinta
Menjadi tiap bagian nafas kehidupan
Dimana kaki berpijak
Akan ada cerita terlukis
Pada kanvas putih kenangan…
Bernyawa ketika disentuh jari-jari kebaikan
Aku
Dia
Mengores dengan warna yang sama.
Aku tertegun dalam berkepanjangan, saat ungkapan hati bersuara.
“Aku mencintaimu, Nie.”
“Apa yang kamu cintai dariku?”
An menatap ujung kepala hingga kakiku dengan tatapan ramah. Bukan gejolak syafwat.
“Aku mengerti. Terima kasih.” Ujarku menunduk, menekuri bentuk ubin mengkotak-kotak.
Sejak saat itu dia sangat perhatian. Menghujaniku kenyamanan pada hati. Ah, dia mulai berani memanggilku dengan panggilan khusus. Cinta Nie. Sempat aku memprotes sikapnya.
“An, jangan manggil cinta ya. Panggil saja tetap Nie.”
“Aku suka cinta. Kamu tidak boleh melarangku. Seharusnya kamu memanggilku dengan panggilan khusus juga.” Sanggahnya menuntut balik. Ah, bukan tuntutan. Hanya semacam permintaan pada orang yang mempercayakan tempat untuknya di hatiku.
“Sayang An?” tanyaku ulang.
“Tidak keberatan Cinta?” aku menggeleng dan tersenyum bersamaan.
***
Mengenal lebih dekat hatinya. Kebiasaan dan sikapnya terhadapku dan lainnya. Dan aku mendapati sebuah sikap yang aku sendiri tak punya. Sungguh, aku memang tak sempurna. Dia pun tak mencari hal itu. Hanya pada kata mendekati sempurna menurutnya. Aku nyaris menangis terpekik, ketika suatu hari dia memprotes sikapku.
“Aku tak suka kalau cintaku bergurau seenaknya dengan lelaki lain. Di depanku atau pun tidak.” Katanya tegas.
“Sayang An, aku tak ada apa-apa dengan mereka.” belaku dengan mata mulai berkaca-kaca.
“Sekali aku tidak suka, ya tidak suka Cinta. Mengertilah.” Timpalnya menegaskan.
“Baiklah.” Usai menyahut aku meninggalkan dia begitu saja dengan isak tertahan. Aku pun punya hak membela diri dan kenapa dia tak mau mendengarnya.
***
Aku memaafkan sikapnya saat itu. Aku memergoki dia sendiri sedang bergurau dengan perempuan lain pada dunianya. Aku? Tidak seperti dia.
“Siapa Lyn?” tanyaku hati-hati.
“Tahu darimana tentang dia?” sahutnya balik bertanya.
“Dia Lyn yang pernah kamu dekati bukan?”
“Ya.” Jawabnya tanpa membantah.
“Oh…” mulutku membentuk huruf O.
Sejak saat itu aku jarang sekali bersuara. Hanya sesekali menanggapi ucapannya pendek-pendek. Hingga aku benar-benar tak ingin berbicara dengannya. Aku mogok bicara!
Dia menjelaskan panjang lebar tentang Lyn. Tidak dan bukan aku diam karena cemburu membakar hatiku. Aku ngambek karena dia tak pernah jujur sejak awal. Aku benci kebohongan dan pengkhianatan. Bila sudah begitu, dia akan mengeluarkan jurus-jurus meluluhkan aku.
“Cinta Nie, aku hanya sayang dan cinta kamu.” Ucapnya dengan kesungguhan yang kubaca dari sorot matanya.
“Aku tidak suka kamu tidak jujur Sayang An.” Sahutku manyun.
“Aku janji.” Jawab Sayang An.
Dia duduk manis di sampingku. Menikmati siluet senja di balkon rumahku. Dia bercerita tentang gadis masa lalunya yang telah berpulang ke Rahmatullah. Tentang cintanya yang berlebihan. Lukanya yang begitu dalam kehilangan gadis itu. Keterpurukannya yang nyaris merenggut masa depan dan semangat An.
“Aku mencintaimu, seperti aku mencintai Rabia dulu, Cinta.” Aku menggigit bibirku mendengar pengakuannya.
“Aku begitu pencemburu terhadap Rabia dan kini kamu. Maafkan Cinta. Aku takut kehilangan lagi.” Aku semakin getir. Aku tak cemburu mendengar semuanya. Tidak pun dicubit-cubit hatiku. Aku pernah cemburu hanya pada seseorang bernama Aya.
Aku pernah ngambek tak sudi menerima semua perhatian An jika sudah mengungkit tentang Aya. Perempuan yang mencintai An, sama sepertiku. Tapi tidak terhadap Rabia.
Hingga senja berlalu sekian hari. Dia tetaplah pencemburu bila aku akrab dengan lelaki lain. Dan aku putri ngambek bila dia menyalahi hal yang tidak aku sukai. Perpaduan sifat diantara cinta An dan sayang Nie.

________ Selesai________

Yogyakarta, 26 November 2010

19 komentar:

syafwan said...

Pletetakkkk....!!! *tertampar 1*

ivonie said...

@Syafwan: Heh, memag kenapa tertampar, Om? Sakit yah :P

ujung senja said...

Assalamualaikum Kakak, Sungguh cerita yang sangat menarik. Mampu membuatku terbawa seperti berada di dalam cerita. Kalau boleh bertanya kakak, sebenarnya ini cerita fiksi atau diangkat dari realita? Karena sempat terbayang kakak, perpaduan tokoh yang sifatnya pencemburu dan suka ngambek sepertinya sangat susah sekali. Salam hangat kakak.

Suratman Adi said...

Berkunjung malam sobat,met istirahat

ESSIP said...

oh... aku terkesima..

Salam kenal ya..

penghuni60 said...

cerpennya bgs bgt...
karangan km sendiri ya?
wah, hebat!

slm knl ya

DESY SHARE said...

salam sahabat
artikel yang bagus mbak
salam kenal

Tip Trik Blogger said...

bagus juga ceritanya

zian said...

hm, cerita cinta yg menyentuh. . . Tampaknya anda produktif sekali nulis. Bisa bagi tips2nya?

16 September said...

Apik...

ivonie said...

@wong sikampuh: Hey.kenapa tidak berkunjung siang? hehe

ivonie said...

@16 September: Suwun :)

ivonie said...

@Trik Bloger: Makaseh..masih belajar kok :)

ivonie said...

@mbak Desy: Salam kenal balik...
Terima kasih sudah berkunjung....ceritanya masih belajar nech :)

ivonie said...

@Penghuni60; Iya. terima kasih.
Ini masih belajar menulis lagi kok...

Salam kenal balik :)

ivonie said...

@Loz Akbar: Salam kenal balik :)

Anonymous said...

numpang absent neng

ivonie said...

@Ujung senja; Terim kasih sudah membacanya.
Cerita ini? relatif..
Tapi tidak ada yang gak mungkin khan bagi Allah menyatukan dua sifat yang berseberangan :)

ivonie said...

@Mbak Dien: silakan mbaaaaak....:)

Post a Comment