........................SELAMAT DATANG DI BILIK KECILKU......................

Thursday, May 20, 2010

Masih Di Tepian Senja


Aku masih di sini duduk manis menunggunya seperti dulu. Berharap Ia lekas kembali dan menyapaku dengan salam dan panggilan mesra.

"Apakabar sayang..." sapaan Abent seraya mengecup keningku. Dan aku menyambutnya dengan hangat serta mengambil alih tas kerjanya.

"Kenapa terlambat?" tanyaku memasang muka manja dan mencium takzim tangannya.

"Maaf, jalanan macet, Julie. Sungguh...!" sahutnya meyakinkan.

Aku berlalu ke dalam meletakkan tas kerja di ruangannya. Menuju ke dapur dan menyeduhkan secangkir kopi bercampur creamer hangat kesukaannya. Aku kembali ke ruang tengah seraya menyerahkan secangkir kopi buatan tangan mungilku.

"Terima kasih sayang...." ujarnya menyambut cangkir dengan senyum merekah. Pelan-pelan diseruputnya cairan kental kecoklatan dengan nikmat. Dan aku menemani di sampingnya.

"Beraroma Surga..." puji Abent selalu begitu.

"Di mana letaknya?" tanyaku keheranan kata-katanya sering membingungkanku.

"Pada hasil akhir karena buatanmu." sahutnya kembali menyeruput kopi. Aku hanya menunduk dan tersipu malu.

Abent, lelaki yang berhasil meluluhkan kekerasan hatiku berjalan menuju kamar. Ups! Aku hampir lupa menyiapkan baju gantinya setelah mandi. Buru-buru aku menyusulnya.

"Maaf, hampir lupa sayang.." ujarku sambil membuka lemari. Tangan memilah-milah baju. Kemudian aku kembali ke ruang tengah mengambil remote TV. Aku bosan dengan acara yang ditampilkan saat ini. Sangat membosankan. Tak ada kreatifitas baru yang bisa disuguhkan. Berkali-kali mengganti chanel program acaranya tak jauh berbeda. hanya kemasannya saja yang dirubah. Tak berapa lama Abent sudah selesai dan menghampiriku.

"Kenapa?" Tanyanya membaca aura mukaku yang keruh menatap TV. Ia duduk di sampingku, tanganya bergelayut mesra di bahu.

"Sangat membosankan!"

"Begitulah media kita sekarang sayang." ujarnya menanggapi keluhanku.

Aku beranjak dari sofa.

"Mau kemana?"

"Abent! kau lupa janjimu?" cercaku mengeryitkan dahi.

"Apa sayang?" tanyanya tak bersalah. Aku kembali membalikkan badan menatapnya terkejut dengan pertanyaannya.

"kau sudah janji menemaniku menikmati keindahannya di tepian senja di balkon rumah kita khan," jawabku mengingatkannya.

Astaga! Abent menepuk keningnya sendiri. lalu segera bangkit dan menggandengku menuju balkon. Sesekali jarinya usil memencet hidungku nakal. Kebiasaan yang entah kapan dimulainya.

"Maafkan aku, Julie." mohonnya ketika telah sampai di balkon.

Sungguh aku tak bisa marah pada Abent. Lelaki yang terkadang manja ini pintar merebut hatiku. Bahkan satu-satunya lelaki yang menahlukkan prinsipku saat itu.

"Aku akan menikahimu, Julie." ucapnya tiga bulan yang lalu di tepian senja pula.

***

Waktu telah menyempurnakan segalanya. Tak terasa tiga tahun aku bersamanya. Menjalani kehidupan rumah tangga yang indah. Dulu, aku terbiasa memanggil namanya langsung, meski jelas-jelas Ia lelaki halal bagiku. Aku tak harus selalu memanggilnya dengan sapaan mesra. Sisi romantisme tak perlu aku hambur-hamburkan sejak awal pernikahan. Itu keinginanku dan Abent tak tersinggung atau marah. Itu salah satu konsekuensi dari pilihannya untuk menikahiku.

Aku masih di sini menunggunya dengan setia. Tapi aku tak lagi sendirian. Ada bidadari kecil di pangkuanku yang menjadi anugerah-Nya. Wajahnya yang polos selalu membuatku rindu untuk mendekapnya. menimangnya mesra sambil menceritakan apa saja yang aku lihat. termasuk keindahan teja di tepian senja. Buah hati pertamaku bersama Abent yang kami beri nama Nesya. Aku ingin kelak ia tahu. cinta kami padanya begitu besar setelah penantian tiga tahun yang melelahkan. Dan aku ingin ia tahu, sebelum ia ada di antara aku dan Abent, selalu bercerita tentang masa depan di balkon rumah kami. Menyiapkan nama untuknya. Sesekali diselingi perdebatan ringan. Aku ingin nama yang kini ada padanya.

"Aku suka nama Nesya, Abent!" usulku tegas.

"Iya dech. daripada kamu cemberut terus kalau tidak aku turuti."goda Abent membuatku gemas.

Sifatku dengan Abent saling melengkapi. Aku sangat keras kepala, sedang Ia penyabar. Aku lebih sering ingin begini dan begitu. tapi tetap saja meminta pertimbanganya. dan dia kan selalu menyetujui demi aku.

"Ah, betapa beruntungnya kau, Julie." bisik hati kecilku. Aku dan Abent sepakat membesarkan Nesya dengan pondasi agama nomor satu. Lainya itu terserah Nesya kelak ingin menjadi apa yang dicita-citakannya. Dan aku mengajari Nesya untuk memanggil Abent dengan sebutan "Ayah Abent" bukan papa. Lagi-lagi aku suka aksen itu.

***

Waktu yang paling menjadi favoriteku tetap di sini, di tepian senja menunggu Abent dengan bidadarinya. Aku menatap Nesya seraya berbisik lembut di telinga mungilnya.

"Nesya, ayah pulang sayang..." Ia akan membalasku dengan senyuman menggemaskan. Bertiga, aku dan Abent bercerita bersama untuk Nesya.

"Kami mencintaimu, Sayang..." bergantian aku dan Abent mencium pipi montoknya. Tak lupa Abent mencium keningku mesra.

"Terima kasih, Julie sayang. Dia dan Kau kebahagianku selamanya.." ujar Abent bersungguh-sungguh.

HongKong, Di tepian Senja 2 November 2009



* Aku persembahkan kepada semua yang menggagumi senja.

6 komentar:

nietha said...

aku juga senang menikmati senja. nesya, nama yang indah

Joddie said...

aw..aw.. so sexy story.. ^^

ivonie said...

@Mbak Nietha: Oh ya...kalau begitu kita serumpun donk hehe..
Terima kasih...Niesya, nama gabungan itu mbak hehe

ivonie said...

@Mas Joddie: idiiiiiiiiih...kok ada sexy segala..masih belajar mas.
terima kasih untuk kunjungannya ^^
Sexi-an mana sama your story?:P

Anazkia said...

Abent...???

ivonie said...

@Mbak Anaz: nama tokoh dalam drama Hong Kong ^_^

Post a Comment